Sosial

Peringati Bom Bali I, Perangi Terorisme dengan Kesetaraan Martabat

 Rabu, 12 Oktober 2022 | Dibaca: 367 Pengunjung

Suasana pelepasan tukik dan merpati sebagai simbol kedamaian sekaligus kebebasan umat manusia agar lebih bermartabat, di dalam peringatan Bom Bali ke-20 Tahun 2022, Rabu (12/10/2022) di Pantai Hotel Merusaka, Nusa Dua, Kab. Badung.

www.mediabali.id, Badung. 

Peringatan peristiwa ke-20 Tahun 2022, pasca Bom Bali I melanda wilayah Kuta, Kabupaten Badung, dan areal di sekitarnya, salah satunya dilakukan dengan pelepasan 6 penyu, 60 tukik, dan 100 ekor burung merpati, Rabu (12/10/2022) kemarin di Pantai Merusaka, Hotel Merusaka, Nusa Dua, Badung.

Peristiwa bom Bali I diperingati dengan mengusung tema Harmony in Diversity
Together We Fight, Together We Win, dengan harapan masyarakat Bali dan Indonesia dapat terus berjuang bangkit di tengah situasi pandemi Covid-19.

Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Anti Teror Mabes Polri Irjen Pol. Marthinus Hukom mengatakan pertemuan dalam memperingati Bom Bali I, sekaligus memaknainya ke dalam tiga hal, yaitu tentang kehidupan, kebebasan, dan keseimbangan hidup.

"Tentang kehidupan, sebagai manusia, kita harus hidup dan punya hak-hak hidup, makan, sekolah, serta apa saja. Ketika bicara tentang hak, yang muncul adalah pengakuan atau setiap orang ingin diakui. Tapi, terkadang manusia itu mempunyai rasa ego, ingin hidupnya lebih dihormati, martabatnya ingin dihormati dan akhirnya tidak menghormati martabat orang lain," ujarnya.

Ditambahkan Marthinus Hukom apabila terdapat seseorang hendak melampaui martabatnya, maka perlu didudukan dalam suatu diskusi-diskusi kelompok kecil atau besar, untuk mencairkan suasana agar tidak melewati martabat orang lain. Baginya, aksi terorisme salah satunya terjadi karena pengakuan martabat diri sendiri melampaui martabat orang lain.

"Ketika seseorang memikirkan diri sendiri, di sana akan muncul hegemoni, pen-zoliman terhadap orang lain. Jadi martabat harus dalam kesetaraan, sama-sama memiliki hak yang sama, di saat kita menghadapi isu-isu terorisme yang paling penting bagi kita adalah kita memanusiakan seluruh manusia yang ada dan menghormati setiap martabat," tegasnya.

Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid menekankan perhatian terhadap korban-korban Bom Bali I dan II, yang mana patut untuk mendapatkan dukungan moril dari pemerintah serta masyarakat.

Yenny Wahid adalah anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Sinta Nuriyah, ia memandang apabila aksi-aksi terosisme di negara mana pun tidak dapat untuk dibenarkan.

"Gusdur pernah mengatakan Tuhan tidak perlu dibela, tetapi yang dibela justru adalah makhluknya yang dianiaya satu sama lainnya. Kita melihat tragedi Bom Bali, yang menggambarkan bahwa ada orang-orang yang mengatasnamakan Tuhan, lalu melakukan tindakan-tindakan terorisme, melukai orang lain, melukai makhluk Tuhan. Jadi kita di sini hadir memperingati kehidupan dan mengingatkan kita semua, menguatkan kembali komitmen kita untuk memerangi terorisme. Menegaskan cara untuk memuliakan Tuhan, adalah dengan memuliakan semua makhluk," ucap Yenny sekaligus politikus Indonesia atau aktivis Nahdlatul Ulama.

Ia menerangkan apapun latar belakang dan agamanya, seluruh umat dan mahkluk hidup haruslah dilindungi. Dari itu pula, sejumlah faktor-faktor yang mendorong seseorang menuju ke tindakan radikalisme, seperti rasa putus asa, kegelisahan, kecemasan, dan rasa pesimis untuk menatap masa depan yang dipikirnya 'gelap'.

"Termasuk seseorang yang melihat ada rasa ketidakadilan yang dilihat dan dirasakannya, baik ketidakadilan di masyarakat maupun ketidakadilan dialami dirinya sendiri. Hal ini dapat mendorong seseorang untuk mudah diradikalisasi, apalagi bertemu dengan mentor-mentor yang menggunakan bahasa-bahasa yang langsung masuk ke sisi emosinya, biasanya bahasa agama dan bahasa politik. Jadi, begitu orang gelisah, cemas, kemudian ketemu dengan mentor-mentor yang memakai bahasa agama dan politik, ini sangat mudah diradikalisasi," tegasnya.

Lebih lanjut, sosok Yenny yang dianggap mampu untuk menciptakan Indonesia yang adil dan toleran ini mengutarakan bahwa kegelisahan-kegelisahan terkait emosi atas ketidakpuasan patut diatasi, terlebih tidak ada rasa keadilan tentu harus diatasi bersama.

Ia menekankan dari tragedi Bom Bali juga telah terungkap jaringan-jaringan terorisme. Ia pula sangat menghargai kinerja Densus 88 yang berhasil mendeteksi jaringan teror dan menangkal kembali jaringan teror di tengah-tengah masyarakat. Hal lain yang dilakukan Densus adalah berhasil men-disrupsi atas potensi serangan terjadi, termasuk me-reduksi serangan. Seluruh kinerja Detasemen, pihak kepolisian di tanah air, dan internasional negara lainnya tentunya saja patut untuk diapresiasi.

"Peristiwa Bom Bali merupakan tragedi yang mengerikan bagi umat manusia, terutama masyarakat Indonesia dan Bali. Tentu tragedi Bom Bali juga menjadi pukulan bagi kemanusiaan, tetapi tetap ada hal-hal baik yang muncul dalam tragedi tersebut, salah satunya adalah gerak cepat pemerintah untuk membentuk Detasemen 88, yang juga melakukan kerja-kerja di masyarakat dan berhasil membongkar jaringan teror yang berkaitan dan berafiliasi dengan jamaah islamiah serta alkaidah. Mereka yang terlibat berhasil ditangkap dan menjalani proses sidang hukum," tegas Yenny Wahid sekaligus tokoh perempuan Islam yang konsisten dalam melanjutkan perjuangan sang ayah dalam dunia politik, yaitu Gus Dur.

Di dalam aksi damai ini, turut menyaksikan tarian barong Bali, pembacaan pesan-pesan perdamaian, pelepasan 6 ekor penyu, 60 ekor tukik dari Kasatgas Wil Bali, dan pelepasan 100 ekor burung merpati. 012


TAGS :