Ajeg Bali

Jadi Sulinggih, Prosesi Diksa Pariksa Dilewati Ida Bhawati Pasek I Made Wega

 Minggu, 31 Juli 2022 | Dibaca: 266 Pengunjung

​​​​​​​ Prosesi diksa pariksa terhadap Ida Bhawati Pasek I Made Wega bersama Ida Bhawati Pasek Istri Ni Ketut Jigrug, sebelumnya dilakukan dan atas sepengetahuan PHDI Kota Denpasar.

www.mediabali.id, Denpasar. 

Ida Bhawati Pasek I Made Wega, kini telah memasuki usianya ke 71 tahun. Ia pun masih tampak bugar di dalam mengikuti tahapan dalam menjadi seorang sulinggih dan melayani masyarakat Bali.

Prosesi diksa pariksa dari PHDI Kota Denpasar, pada Minggu (31/7) baru-baru ini di Jl. Tukad Balian Gang XVI No. 2, Banjar Peken Desa Adat Renon, Kelurahan Renon, Denpasar, turut diikuti Ida Bhawati Pasek I Made Wega dan didampingi istri Ida Bhawati Pasek Istri Ni Ketut Jigrug.


Diungkapkan Ida Bhawati Pasek I Made Wega, langkahnya menjadi sulinggih amat mulia, dimana menjalankan tahapan Catur Asrama, yaitu Wanaprasta dengan memberi bakti dan mengabdikan diri dalam ajaran dharma agama.

“Jadi untuk sastra agama yang saya jalankan, saya tidak menjadi Sulinggih karena mimpi, tetapi berpegang teguh pada sastra,” tuturnya.

Konon dalam perjalanan sehari-hari dilakoni Ida, ia menceritakan tetap semangat untuk dapat membimbing umat, walau baru mulai menjadi sulinggih di usia kepala tujuh.

Diungkapkan Ketua Dharma Upapati PHDI Kota Denpasar, Ida Rsi Agung Yoga Sidhi Bang Pinatih, dimana ia memberikan apresiasi dan kagum atas semangat Ida Bhawati dalam mempelajari dan mengayomi ajaran sastra. Ia mengingatkan usai menjalani prosesi dwijati, supaya mengikuti pantangan sebagai seorang sulinggih kedepannya.

“Terlebih di Desa Adat Renon, Ida Bhawati yang pertama melakukan apodgala, dan ini sangat luar biasa semangat beliau. Hal lainnya, menjadi sulinggih adalah sangat berat, oleh masyarakat disebut dengan Ida Surya, sehingga tidak boleh sedih dan tidak boleh terlalu senang jika dipuji,” tutur Ida Rsi Agung Yoga Bang Pinatih. 

Sementara itu, Ketua PHDI Kota Denpasar I Made Arka menambahkan bahwa PHDI Kota Denpasar dalam hal ini sangat ketat untuk melaksanakan diksa pariksa. Dari itu pula, calon sulinggih akan diminta membuat pernyataan tidak terpapar aliran Sampradaya asing, dan mereka agar mematuhi syarat-syarat lainnya.

“Kami tidak hanya melakukan pengecekan administrasi melalui proposal yang dikirim ke PHDI, tapi juga mengecek kesiapan mental calon sulinggih ini,” ucap Arka.

Pihaknya menerangkan sejumlah pernyataan turut dilayangkan kepada calon sulinggih, dimana terkait wariga, weda, dan hubungan calon sulinggih dengan wilayah setempatnya tinggal. “Jadi saat seorang sulinggih hendak ngelinggihang weda, mapulang lingga, maka harus menguasai arga patra dan sesana seorang sulinggih,” terangnya. 

Untuk diketahui, diksa pariksa turut memaparkan sejumlah tahapan calon sulinggih, dimana berdasarkan bhisama minimal boleh menjadi sulinggih saat berumur 40 tahun. Calon sulinggih akan melalui tahapan menjadi sisia atau seorang murid dari nabe. Hal penting lainnya, menjadi siksa atau melewati proses gemblengan berupa pembekalan dan pembelajaran tata kesulinggihan. Dan juga tahapan diksa pariksa oleh PHDI, ini akan dilakukan pengecekan kesiapan mental dan spiritual calon sulinggih yang diangkat.

“Maka dilanjutkan keempat adanya proses diksa dwijati apodgala, baru disebut pandita. Dilanjutkan belajar lagi, setelah lebih 5 tahun menjadi sista atau pandita ahli seperti nabe. Disebut Siwa secara sekala dan terakhir baru moksa sesuai ajaran agama Hindu,” demikian tandasnya. 012


TAGS :