Peristiwa

Tiga Baliho di Desa Adat Intaran, Tak Ingin LNG di Areal Mangrove  

 Sabtu, 25 Juni 2022 | Dibaca: 484 Pengunjung

Baliho dipasang masyarakat Desa Intaran, tak menolak pembangunan LNG, tetapi menolak tempat pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove, Sabtu (25/6/2022) malam.

www.mediabali.id, Denpasar. 

Pemasangan baliho dilakukan Yowana Desa Adat Intaran, dalam aksi menolak rencana pembangunan terminal LNG di areal kawasan Mangrove.

Secara serentak baliho Yowana Desa Adat Intaran, dipasang di sejumlah titik areal; ada di pertigaan Jalan Danau Poso menuju Jalan Sekar Waru, ujung Jalan Danau Poso menuju By Pass Ngurah Rai, dan di Jalan By Pass Ngurah Rai menuju Pantai Mertasari.   

Dijelaskan koordinator aksi pemasangan baliho, I Wayan Hendrawan, baliho dipasang ada di tiga titik menjadi wujud penolakan dari masyarakat Desa Adat Intaran atas rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove. “Dua titik di seputaran Jalan Danau Poso dan satu titik di seputaran By Pass Ngurah Rai,” jelasnya, Sabtu (25/6/2022). 

Ia menilai masyarakat Desa Intaran bukan menolak pembangunan LNG, tetapi menolak tempat pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove, yang disinyalir akan menimbulkan kerusakan alam dan berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan Desa Adat Intaran. 

“Jadi kami hanya menuntut agar tidak dibangun di kawasan mangrove dan merusak terumbu karang, karena dari turun temurun kita mendapatkan penghidupan dari apa yang dihasilkan pesisir,” katanya. 

Sementara itu, Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata, S.Pd., yang turut ikut dalam kegiatan dimaksud menuturkan dalam riset yang dilakukannya, tapak project rencana pembangunan Terminal LNG terdapat di vegetasi mangrove yang sangat padat. “Bahkan pohon mangrove yang akan terancam ketinggiannya mencapai 5-10 meter,” tuturnya. 

Menurut Krisna, proyek ini diduga sangat merusak jika dibangun di kawasan mangrove, bahkan dalam pembangunan terminal ini juga melakukan pengerukan alur laut pada rencana proyek tersebut.   

Kemudian luas perairan selat Badung, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengerukan alur laut proyek terminal LNG seluas 84,36 Hektar juga akan mengenai peta area indikatif terumbu karang yang ada pada RZWP3K. Area terumbu karang yang terkena pengerukan alur laut proyek terminal LNG sebesar kurang lebih 5 hektar lebih, berdasarkan overlay pada peta area indikatif terumbu karang RZWP3K. 

“Hutan mangrove terancam terus menyusut dan ekosistem pesisirnya terancam baik lamun, terumbu karang juga biotanya, termasuk ada potensi mengancam kelestarian tempat suci” tegasnya. 

Pihaknya turut mencermati bahwa Revisi Perda RTRWP Bali yang dilakukan oleh DPRD seharusnya tidak digunakan untuk melegalisasi proyek pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove, sebab terminal LNG tidak diatur dalam Perda RTRWP Bali Nomor 3 Tahun 2020. 

“Supaya jangan gunakan revisi RTRWP itu sebagai upaya untuk melegalisasi atau menempatkan proyek ini di kawasan mangrove. Setidak-tidaknya coret alokasi ruang untuk terminal LNG di Sidakarya yang dimasukan pada Pasal 26 Ayat (3) huruf f Ranperda,” pungkasnya. 012


TAGS :