Peristiwa

Praktisi Hukum Ipung Minta Polda Bali Selidiki Jejak Praktik Aborsi Tersangka Arik, Yakini Belajar di Dokter Asli 

 Senin, 15 Mei 2023 | Dibaca: 221 Pengunjung

Praktisi hukum dan pemerhati anak Siti Sapurah, SH., alias Ipung tidak mentoleransi tindakan praktik ilegal aborsi orok oleh tersangka dokter gadungan I Ketut Arik Wiantara (53), Senin (15/5/2023).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Praktisi hukum dan pemerhati anak Siti Sapurah, SH., alias Ipung mengaku geram melihat tindakan dokter gadungan I Ketut Arik Wiantara (53) yang melakukan aborsi terhadap ribuan orok bayi.

Meski telah ditangkap Tim Subdit V Siber Direktorat Kriminal Khusus (Dit. Reskrimsus) Polda Bali. Tindakan tersangka Arik yang mengaku sebagai dokter gigi, tetapi sehari-harinya melakukan praktik aborsi orok sangat tidak manusiawi.

"Ingat ya, UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Perubahan UU Nomor 35 Tahun 2014, bahwa anak memiliki hak hidup dari 0 hari-18 tahun dan bahkan masih di dalam kandungan ibunya. Saya ingin polisi menelusuri, saya juga yakin orang ini (Tersangka Arik-red) tidak bekerja sendiri. Saya ingin polisi bekerja baik, ini demi masa depan anak-anak negeri," tegas Ipung dikonfirmasi, Senin (15/5/2023).

Tentu regenerasi bangsa Indonesia, menjadi sebuah keberkahan dan keharusan. Namun, jika anak-anak bangsa yang masih di dalam kandungan dibunuh, tentu saja tindakan seperti yang dilakukan residivis tersangka Arik sejak 2006 ini, harus dihentikan.

"Saya tegaskan anak-anak tidak boleh dihilangkan nyawanya, meski dia masih di dalam kandungan. Jangan berhenti penyelidikan di tersangka Arik saja, coba Arik suruh buka mulut. Arik ini kan dokter gadungan, pasti dia pernah belajar atau berpraktik dengan dokter yang asli. Ini harus dikejar, dari dokter mana dia ini bekerja," terangnya.

Ipung meyakini tersangka Arik tidak bekerja dan belajar melakukan aborsi sendirian. Maka dari itu, melalui tersangka Arik ini harus dibuka terang benderang mata rantai kasus aborsi yang dia lakukan.

"Cari rantai dokter aslinya. Saya menduga ada lembaga yang dimiliki oleh negara, juga melakukan hal yang sama dengan alasan, si anak masih sekolah, sehingga aborsi jalan terus. Tolong ditelusuri di mana rantai utamanya tersangka Arik belajar (aborsi), tidak mungkin dia belajar sendiri, pasti dia pernah belajar di dokter yang asli dan membuka praktik sendiri. Hal ini tidak bisa dibiarkan, mau berapa anak di kandungan yang dibunuh dengan cara paksa seperti ini. Apa kita mau tutup mata, ini anak bangsa adalah warisan negeri," tegasnya.

Ipung menegaskan tindakan aborsi dapat disangkakan pembunuhan berencana, sehingga hukuman terhadap oknum pemberi jasa aborsi dapat dihukum sangat berat.

"Banyak anak Indonesia yang meninggal karena dipaksa lahir, padahal umurnya belum cukup di dalam kandungan. Ini tergolong pembunuhan. Tidak saja Pasal 338,  Pasal 80, ayat (3) tentang perlindungan anak. Tapi, Pasal 338, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Apalagi jika mayat yang dibunuh tersebut mencapai lebih dari seribu," pungkasnya.

Sementara itu, tersangka Arik yang diringkus Senin (8/5) lalu di lokasi praktik aborsi di Jalan Raya Padang Luwih Dalung Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung telah diamankan Tim Subdit V Siber Direktorat Kriminal Khusus (Dit. Reskrimsus) Polda Bali.

Status tersangka Arik bukanlah dokter gigi. Dia adalah dokter gadungan yang mengambil profesi praktik ilegal dokter gigi dan dokter aborsi. Selama praktik aborsi orok, dia meminta tarif rata-rata sebesar Rp3,8 Juta.

"Kami masih melakukan pendalaman terhadap praktik yang bersangkutan. Termasuk dari mana  alat-alatnya semua, termasuk dari proses pra aborsi, cek tensi, dan segala macam. Rata-rata pasien mengugurkan kandungannya dengan meminum obat-obatan, lalu pasien datang ke praktik tersangka Arik untuk dibantu dilakukan praktik aboris tersebut. Mereka membayar rata-rata Rp3,8 Juta," terang Wadir Reskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra, S.IK., MH.

Ditambahkan AKBP Ranefli, bahwa tersangka Arik sebelumny melakoni profesi dokter gigi, tetapi belum pernah terdaftar dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

"Justru dia tidak pernah melakukan praktik dokter giginya ilegal, tidak ada izinnya. Dia belajar (aborsi) secara otodidak, lalu secara online, dan buku-buku. Karena dia sudah memahami cara-cara melakukan aborsi, sehingga keluar dari penjara, kembali dia melakukan praktik tersebut," katanya, yang turut di dampingi Kasubdit 5 Dit. Reskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko, ST., SH., MH., dan Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Bali AKBP I Ketut Ekajaya, S.Sos., MH.

Tersangka Arik adalah residivis. Pertama, kasus aborsi Tahun 2006 dia dihukum 2,5 Tahun penjara. Kedua, Tahun 2009 dihukum kasus serupa selama 6 Tahun penjara yang divonis di PN Denpasar. Di Tahun 2020 dia keluar penjara, lalu di Tahun 2023 kembali melakoni profesi menjadi dokter aborsi.

"Setelah keluar dari penjara, Tahun 2020 dia kembali melakukan praktik aborsi, sekitar ada 20 korban. Praktik rata-rata masih dalam berupa orok, sekitar (orok) baru berusia 2-3 minggu yang datang ke praktik tersangka, masih berupa gumpalan darah. Itu diambil dan setelah keluar langsung dibuang diklosetnya," bebernya.

Dari pengalaman kedua dia ditangkap Tahun 2009, konon saat itu ada pasiennya yang meninggal. Sehingga, dia di praktik ketiga Tahun 2023, dia akui berhati-hati dan menolak kandungan besar atau yang berumur tua.

"Informasi praktik banyak didengar pasiennya dari mulut ke mulut. Alasan tersangka karena kasihan kepada pasien, di mana rata-rata masih SMA. Dia niatnya menolong, tetapi menolong yang salah," tandas AKBP Ranefli. 012​​​​


TAGS :