Peristiwa

Polda Bali Dalami 'Extra Ordinary Crime' Oknum Tokoh Masyarakat Cabuli Anak di Bawah Umur

 Senin, 19 Juni 2023 | Dibaca: 230 Pengunjung

Praktisi hukum dan pemerhati anak Siti Sapurah, SH., alias Ipung memberi laporan ke penyidik di Gedung RPK - Pramesti Rare Gauri - Polda Bali, Senin (19/6/2023).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Terduga pelaku inisial GMK (58) sekaligus tokoh Br. Dinas Wanagiri Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan (Kutsel) Badung, baru-baru ini tersandung kasus di Mapolda Bali, berupa kasus tindak 'pengurugan' pesisir atau reklamasi di kawasan Pantai Melasti, Desa Ungasan, Kab. Badung.

Namun tidak saja berhenti di sana, GMK sekaligus tokoh masyarakat yang beristrikan salah satu anggota DPRD Badung inisial NKW (56), dia  kembali terkena masalah dugaan peristiwa pidana kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) dengan melibatkan korban anak di bawah umur, inisial JBG (18). Korban JBG sejak usia 15 tahun mengenal terduga pelaku GMK, ketika itu korban duduk di kelas II SMP di Kintamani, Bangli. 

Terduga pelaku GMK melakukan perbuatan persetubuhan terhadap korban JBG saat korban berusia 15 Tahun, sampai korban hamil. Kini JBG sudah berusia 18 tahun dan memiliki anak perempuan dengan usia 2 Tahun.

"Saya mendapatkan informasi ini dari bulan Mei 2023, dari seseorang yang memberi tahu (ada di media masa) terdapat salah satu tokoh di Ungasan, Badung. Entah status menikah atau tidak, karena si anak ketika kejadian baru kelas II SMP di Kintamani, Bangli. Itu tidak bisa dikatakan pernikahan, UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa tindakan itu menjadi bagian atas persetubuhan di bawah umur. Korban sekarang tinggal di daerah Sesetan, Densel, di salah satu apartement mewah dan jarang-jarang ditengok terduga pelaku, sekaligus diberi fasilitas mobil Brio," ujar Praktisi hukum dan pemerhati anak Siti Sapurah, SH., alias Ipung, usai memberi keterangan di Gedung RPK - Pramesti Rare Gauri - Polda Bali, Senin (19/6/2023).

Merasa prihatin, Ipung melaporkan peristiwa tersebut ke PPA Polda Bali. Diduga korban JBG menempati tempat tinggal yang berpindah-pindah sebelumnya, selain itu pendidikan menengah yang mestinya dinikmati justru kandas di tengah jalan.

"Sekarang sekolahnya sudah berhenti dan dia (korban) sudah memiliki anak berusia dua tahun. Saat berita itu mencuat, si anak pindah tinggal ke daerah Ungasan, Jimbaran. Diduga setelah informasi ada terduga pelaku menjadi tersangka (kasus reklamasi) Pantai Melasti. Tiba-tiba si anak tidak tinggal lagi di Ungasan, Jimbaran. Sampai sekarang saya tidak tahu dia (korban) berada di mana. Tapi, si anak pasti dia berada di bawah penguasaan si terduga pelaku. Sebab, status tersangka dia (terduga pelaku) belum ditahan," kata Ipung.

Oleh karena itu, terhadap penyidik PPA Polda Bali, Ipung menerangkan  informasi yang dia peroleh dari berbagai pihak. Ia pun berharap penyidik Polda Bali dan jajarannya bergegas melakukan interograsi atas persoalan dihadapi korban JBG.

"Tadi (Senin) saya ditanya, di mana memperoleh informasi, menurut saya kapan persetubuhan itu terjadi. Nah, karena anak korban sudah berusia 2 tahunan (23 Juni 2021) berarti saya ambil undur ke belakang sebelum dia hamil. Anda tahu TKP-nya? Saya jawab tentu tidak tahu, karena anak itu (korban) sudah melahirkan seorang anak. Apakah punya foto gambar anak dan bayi? Saya bilang punya foto keduanya. Identitas dan alamat terduga pelaku? Saya bilang punya kepada pihak kepolisian," tegasnya.

Dipaparkan Ipung, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.

UU Nomor 17 Tahun 2016 ini berangkat dari Perpu Nomor 1 Tahun 2016, yaitu penetapan perubahan pengganti UU yang khusus mengatur tentang apa yang terdapat atau apa yang diatur dalam Pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur dan Pasal 82 tentang perbuatan pencabulan terhadap anak di bawah umur, yang tergolong kasus kejahatan seksual.

"Saya kira keterangan yang saya sudah berikan sudah lengkap untuk bekerja. Sebab, anak korban perlu diselamatkan masa depannya. Apapun alasannya, tidak dibenarkan jika orang yang sudah dewasa (menikahi atau menyetubuhi) anak di bawah umur 18 Tahun," tegasnya.

Ipung berharap jangan sampai terjadi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kasus ini, terlebih masa depan anak bangsa masih panjang. Jangan pula masa depan si anak hancur karena perilaku sesaat pelaku, hingga berdampak atas psikologis diri anak.

"Saya khawatir terjadi tindak pidana  perdagangan orang di sini? Kenapa ada orang dari Bangli ketemu orang dari Ungasan, ini kan sangat jauh. Ini yang saya minta polisi, bisa menginterograsi ini dan siapa fasilitator penghubungnya. Apakah yang menghubungkan tidak mendapatkan keuntungan apa-apa? Itu masih perlu ditelusuri. Saat ini, anak si korban masih bersama ibunya, tetapi tidak pernah tinggal dengan si terduga pelaku. Kemudian, dengan keluarga korban sampai sekarang saya belum ketemu, mungkin suatu saaat saya ingin ketemu. Kalau sekarang mungkin masih sulit ketemu, saya tahu daerahnya di daerah Kintamani sana," bebernya.

Sementara itu, sumber internal di Gedung RPK - Pramesti Rare Gauri - Polda Bali, saat bertemu dan mengobrol dengan wartawan tidak menampik dugaan peristiwa extra ordinary crime yang melibatkan korban JBG (18) atas terduga pelaku inisial GMK (58). 

"Kita masih dalam pendalaman, supaya informasi yang sudah kami peroleh ini sesuatu dengan kebenaran di lapangan," tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Satake Bayu, S.I.K., M.Si., dikonfirmasi melalui WhatsApp-nya senada membenarkan adanya kasus persetubuhan di bawah umur yang dialami korban JBG oleh pelaku GMK.

"Iya benar. Masih dilakukan penyelidikan," tandasnya. 012


TAGS :