Peristiwa

Ditunda Sidang Perdana Praperadilan, GPS Harap Status Tersangka Prof. Antara Dicabut

 Senin, 10 April 2023 | Dibaca: 325 Pengunjung

Ditundanya sidang perdana praperadilan pemohon Prof. Antara dan termohon Kejati Bali. Pengacara Gede Pasek Suardika beri penjelasan di PN Denpasar, Senin (10/4/2023).

www.mediabali.id,

Sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Denpasar, mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, dengan pemohon Rektor Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., dan termohon Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, digelar dan disaksikan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai universitas di Bali, Senin (10/4/2023).

Kasus yang menimpa Prof. Antara, sebelumnya atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Universitas Udayana (Unud) Tahun 2018 s.d. Tahun 2022.

Gede Pasek Suardika, SH., MH., alias GPS selaku pengacara dari pemohon Prof. Antara menerangkan materi pokok sidang praperadilan yang dibuka pukul 11.27 Wita tersebut mengenai status tersangka kliennya, dia pun menekankan supaya status tersangka terhadap Prof. Antara dapat dicabut.

"Kami harap status tersangka ini dapat dicabut dan dinyatakan batal, dengan argumentasi hukum yang sudah kita ajukan di dalam permohonan. 'Pintu' lainnya agar kasus ini dihentikan, saya kira itu bisa juga. Misalnya, Kejati Bali yang baru mempelajari ulang dan menganggap ini belum begitu relevan, bisa saja dengan pemberhentian perkara atau SP3, jadi kita tidak perlu sidang," katanya.

Ditambahkan GPS, ia belum mengetahui penyebab ketidakhadiran termohon, namun ia menyakini termohon telah dipanggil secara patut. 

"Mudah-mudahan ini bagian dari pada cara untuk melihat (kasus SPI), harus melalui lewat praperadilan atau mekanisme internal di Kejaksaan," ucapnya.

Bagi GPS, yang juga Ketum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ini menilai bahwa Unud merupakan bagian dari lembaga negara, jika ternyata masalah SPI terkait adanya kekurangan dalam hal administrasi dapat beritahu dan diajari di mana kekurangannya. Namun, apabila dari segi pidana, kasus SPI ini dianggap GPS masih terlalu jauh.

Maka melalui Kepala Kejati Bali, Dr. R. Narendra Jatna, LL.M., yang baru saja menggantikan Kejati Bali yang lama Ade T Sutiawarman, SH., MH., yang berpindah bertugas sebagai Kepala Kejati Jabar. GPS percaya dan berharap Kejati yang baru akan mampu mencermati lebih jernih kasus SPI Unud.

"Kami sangat paham yang mentersangkakan ini kan mantan Kejati, Kejatinya yang mentersangkakan ini sudah 'pergi' (mutasi), beliau 'pergi' tanggal 9, lalu tanggal 8 Pak Rektor ditersangkakan. Kemudian kami lihat Pak Kejati baru yang lebih terukur dalam penanganan perkaranya, sehingga kami pun terbuka," kata GPS.

GPS tidak meragukan bilamana kebijakan SPI ini telah berlaku secara nasional dan di seluruh perguruan tinggi negeri yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU) atau Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Bahkan, SPI dianggap akan mampu menambah kekayaan negara, bukan kerugian negara.

"Sebab, uang yang masuk dipakai untuk pembangunan, peningkatan kualitas, dan Sumber Daya Manusia (SDM) di kampus. Apabila seandainya Kejati yang baru mau membuat gelar perkara ulang, kami dengan senang hati juga akan bisa memaparkan apa kondisi yang terjadi di Unud, sehingga beliau mendapatkan informasi dari kedua belah pihak dengan baik dan kalau mekanisme pra juga tidak masalah," tegasnya.

Kepala Kantor Urusan Hukum Unud Dr. Nyoman Sukandia, SH., MH., di sela-sela door stop media menambahkan apabila dalam sidang perdana praperadilan pihak pemohon akan mengikuti mekanisme hukum berlaku.

"Kita mengikuti aturan majelis, di mana majelis yang memiliki kewenangan (menunda) sidang. Kita akan tetap akan hadir, dengan harapan termohon tidak ada halangan lagi," ucapnya.

Penajaman terhadap data hukum dimasukan lebih komplit. Sebab, kejaksaan tetap menjadi partner dalam mengukur hukum dan menyelesaikan hukum.

"Wajar ada perbaikan sepanjang belum dibacakan. Jadi dalam waktu yang sangat singkat, kita juga maklum kejaksaan barang kali masih membutuhkan waktu. Kita tidak konfrontasi dengan kejaksaan, kita sama-sama menguji hukum dan agar kedepannya menjadi lebih baik," tegasnya.

Sementara itu, Jaksa Kejati Bali sebagai termohon praperadilan dalam penetapan Prof. Antara, diketahui tidak hadir dalam sidang perdana. Hakim praperadilan PN Denpasar Agus Akyudi, SH., MH., lalu menunda proses sidang hingga minggu depan.

Dikonfirmasi terpisah melalui WhatsApp-nya, Kasipenkum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana menerangkan apabila tim kejaksaan masih mempelajari dokumen dan mengondisikan tim yang dibentuk.

"Sebab terdapat tiga perkara praperadilan yang merupakan satu kesatuan perkara, sehingga tim perlu mempersiapkan lebih komprehensif. Jadi tidak bisa secara parsial, maka tim meminta sidang pertama ini ditunda," pungkasnya.

KASUS SPI

Untuk diketahui, kasus SPI sebelumnya ramai mencuat atas penyidikan dugaan Tipikor Dana SPI mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Unud Tahun 2018 s.d. Tahun 2022, yang dilakukan penyidik Kejati Bali sejak tanggal 24 Oktober 2022, bahwa setelah dilakukan ekspose beberapa kali dan telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3 orang tersangka. Berdasarkan alat-alat bukti yang ada, penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru, sehingga pada Rabu (8/3) lalu, penyidik Kejati Bali kembali menetapkan 1 orang tersangka, yaitu Prof. Dr. INGA.

Saat ini, tercatat sudah ada empat tersangka dalam kasus SPI Unud, tiga tersangka lainnya adalah IKB, IMY, dan NPS, yang ditetapkan dalam dugaan penyalahgunaan dana SPI Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Tahun Akademik 2020/2021 Unud.

Selanjutnya inisial NPS merupakan tersangka dugaan tindak pidana korupsi SPI mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Tahun Akademik 2018/2019 sampai dengan TA 2022/2023 Unud.

Tersangka Prof. Antara diduga disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berdasarkan alat-alat bukti yang cukup berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli dan surat serta alat bukti petunjuk, disimpulkan tersangka Prof. Dr. INGA berperan dalam Tipikor Dana SPI mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Unud Tahun 2018 s.d. Tahun 2022, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100,- juga  perekonomian negara sekitar Rp 334.572.085.691.

Tim penyidik Kejati Bali terus melakukan kegiatan penyidikan untuk menuntaskan penanganan perkara atas nama tersangka dan 3 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 8 Februari 2023 yang lalu dengan terus mendalami fakta-fakta atau pihak-pihak lain yang patut diduga ikut berperan. 012


TAGS :