Peristiwa

Sengketa Kepemilikan Villa Adara, WNA Asal USA Tuntut Keadilan

 Senin, 19 Februari 2024 | Dibaca: 334 Pengunjung

Suasana di areal Villa Adara di Jalan Toyaning 2, Desa/Kel. Ungasan Kec. KutSel, Kab. Badung ditunjukkan Lawyer Monica kuasa hukum dari Adam Richard Swope (33) asal USA selaku Director PT The Swope Propwerties.

www.mediabali.id, Badung. 

Pertumbuhan investasi real estate sangat menjanjikan di Wilayah Bali, tetapi sayangnya dalam kerja sama investasi Warga Negara Asing (WNA) Adam Richard Swope (33) asal Pennsylvania United States of America, terjerat kasus atas sewa Villa Adara No. 14 di Jalan Toyaning 2, Desa/Kelurahan Ungasan Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

Adam Richard terhadap Lawyer Monica Christin menceritakan kegundahannya sebagai Director PT The Swope Properties. Meski sudah melakukan suatu kerja sama Nomor 5 pada tanggal 09 September 2022 dengan Notaris I Gede Praptajaya, SH., M.Kn. Diketahui Adam sebagai pihak pertama dan Ni Luh Mega Mariyani (27) sebagai pihak kedua, mereka sepakati kerja sama pemasaran selama 15 Tahun atas villa (Villa Adara) mulai 1 Oktober 2022 s.d. 1 Oktober 2037.

Adam menjelaskan bahwa dia hendak menyewa satu unit villa dengan status villa ada di bank karena digunakan sebagai pinjaman. Adam berkonsultasi dengan Notaris atas kondisi villa terkait karena khawatir villa dapat saja disita karena tidak mampu dibayar.

"Akhirnya diubah menjadi Cooperation perjanjian kerja sama. Perjanjian yang ditandatangani 9 September 2023 antara PT Swope Properti dengan pemilik Villa, Ni Luh Mega Mariyani (27). Di mana PT The Swope Properties membayar Rp300 juta diawal untuk biaya kerja sama kepada Ni Luh Mega Mariyani (27). Pembayaran kerja sama berikutnya akan dibayarkan setiap 3 bulan yang dimulai pada pada tanggal 1 November 2024 sebesar 25% dari pendapatan bersih penyewaan villa tersebut. Hal ini dibayarkan dari hasil yang dihasilkan villa (pemasaran), di mana pemilik villa akan memperoleh 25%, dan mereka (klien) mendapat 75%, klien lebih besar karena mereka yang memanagement, merawat, mencarikan tamu, agen dan lainnya. Kerja sama ini berlangsung 15 Tahun sah di hadapan notaris," tegas Monica, Minggu (18/2/2024).

Segera setelah proses tanda tangan perjanjian dilakukan perbaikan villa, lalu 10 bulan berjalan ada oknum datang mengakui villa adalah miliknya.

"Namanya Hiro, datang dengan melakukan pengancaman kalau kamu (klien) tidak menyerahkan Rp1 Milliar, akan membakar kliennya di dalam rumah. Mereka datang sebanyak 6 orang. Klien kami tertekan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lalu diberi referensi lawyer Yoga Satria dari temannya. Lawyer itu mengatakan gampang dan bisa membantu. Keesokan harinya, sekitar 7 menit sebelum datang, dikirimkanlah dua draft berbahasa Indonesia, yang harus mereka tanda tangani. Lalu si Lawyer (YS) ini datang membawa hard copy printan. Hiro dan si Lawyer ini berkomunikasi, lalu Lawyer menemui klien saya dan meminta klien untuk membayar kepada Hiro uang sejumlah Rp1 Milliar, jika tidak kamu akan kena masalah besar," tegasnya.

Pasca pertemuan itu, seminggu kemudian Lawyer YS menghubungi dengan menyatakan ada gugatan terhadap WNA ini dan meminta bertemu atas adanya gugatan.

"Di dalam pertemuan itu, menurut penjelasan klien, si Lawyer mengatakan kliennya diminta untuk menyiapkan uang Rp380 Juta untuk membayar hakim dan Rp150 Juta untuk fee si Lawyer. Di sinilah WNA ini menemui saya. Dari itu, WNA ini tegaskan tidak mau menggunakan jasa Lawyer sebelumnya (YS)," bebernya.

Lanjut Monica, ditelusuri draft berisi surat kuasa dan perjanjian kerja sama yang berisikan mereka akan menjadi legal konsultan PT The Swope Properties, dengan pembayaran Rp15 Juta sebulan. Konon perjanjian itu tidak bisa dibatalkan, bilamana dibatalkan harus dibayarkan seluruhnya.

"Saya bilang tolong dibijaksanai. Ini saya bilang tidak etis mengikat seperti itu, ini kita jual jasa. Kalau jual jasa, lalu klien tidak senang, kita tidak bisa push mereka untuk terus pakai kita pak. Lalu pada 16 November, mereka menghubungi klien dengan marah-marah, diduga mengancam klien dengan kata-kata 'kamu akan menerima konsekuensi buruk jika kamu membatalkan kuasa yang telah kamu berikan'. Sore harinya YS kembali menghubungi Klien dengan nada bicara yang berubah, di mana mengatakan kita robek saja surat kuasa dan perjanjian yang sudah kita tanda tangani, kamu kirimkan surat bahwa saya tidak pernah menjadi lawyer kamu, kita robek semuanya, saya akan kembalikan uang yang pernah kamu bayarkan kepada saya sebesar 30 juta, dan kita kembali menjadi teman. Pada 17 November 2023, kita kirim surat pembatalan kuasa. Pada 24 November 2023 mereka (Lawyer YS) datang ke villa yang dikerja samakan itu, dengan membawa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Mereka langsung masuk ke dalam villa dan diduga ingin menguasai villa serta mengusir klien untuk keluar dari villa. Saat itu, saya posisi macet di Jalan Pererenan, Badung. Setelah bertemu di villa, saya tanya ke lawyer ini pantas kah yang anda lakukan ini?," tuturnya.

Menurut Lawyer Monica, kalau pun Lawyer YS sebelumnya benar membeli villa ini, hak Lawyer YS akan muncul setelah perjanjian kerja sama ini selesai atau dibatalkan oleh Pengadilan, bukan serta merta menguasai villa yang secara jelas sudah ada perjanjian terdahulu.

"Dia tetap kukuh tidak mau tahu dan tetap ingin menguasai villa hanya dengan PPJB. Saya malu melihat perilaku Lawyer YS ini. Hingga larut malam, akhirnya kami status quo kan sampai PT The Swope Properties memenuhi perizinan usahanya," beber Monica.

Pasca dilengkapi perizinan, PT The Swope Properties masih dilanda persoalan hukum. 

Pada Selasa (5/12/2023) memperoleh Dumas/939/XI/2023/SPKT.Satreskrim/Polresta DPS/Polda Bali tanggal 24 November 2023 tentang dugaan tindak pidana memasuki pekarangan tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah dan atau perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP yang diantar langsung oleh pihak penyidik Brigadir Gede Widya Krisnayana dan Briptu Dewa Gede Saptaadhi. Kemudian tanggal 8 Desember 2023 dilakukan panggilan klarifikasi.

"Saat kami diperiksa, tidak ada pertanyaan yang terkait dengan kedua pasal yang disangkakan kepada kami, yaitu Pasal 167 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP, melainkan kami lebih banyak ditanyai terkait keimigrasian dan perijinan. Kuasa hukum kami menanyai terkait hal tersebut, tetapi penyidik tidak sama sekali menjawab dan terus menanyai kami perihal keimigrasian dan perijinan," katanya.

Monica menjelaskan terhadap penyidik bahwa dia memiliki semua dokumen sah terkait perijinan dan pengelolaan dari Villa Adara No. 14 yang terletak di Jalan Toyaning II, dituduhkan atau diduga menempati tanpa ijin. Ia pun tidak memahami terkait Pasal 167 tersebut.

"Kami menanyakan bagaimana kami melakukan perbuatan memasuki pekarangan tanpa ijin dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan yang disangkakan kepada kami? Tetapi pihak penyidik tidak menjelaskan apapun kepada kami," ucapnya.

Disusul tanggal 29 Desember 2023, diduga pihak polisi Brigadir Gede Widya Krisnayana dan Briptu Dewa Gede Saptaadhi, tanpa pemberitahuan apapun melakukan penyitaan terhadap Villa Adara No. 14, yang dikelola berdasarkan perjanjian nomor 5. Polisi melakukan penyitaan dengan memasang police line. 

"Kuasa hukum kami mencoba mengubungi pihak polisi, yaitu Brigadir Gede Widya Krisnayana yang melakukan penyitaan tersebut, di mana kuasa hukum kami menanyakan atas dasar apa polisi melakukan penyitaan tersebut dan kuasa hukum kami meminta bukti surat agar dapat ditunjukkan melalui foto karena kami dan kuasa hukum kami sedang tidak berada di Bali," katanya. "Brigadir Gede Widya Krisnayana malah justru menjawab dengan nada keras kamu menantang polisi? Kami bisa melakukan apa saja," lanjut tanya Lawyer Monica?

Pihaknya meminta bukti surat dasar penyitaan dari vila tersebut dan polisi hanya menyerahkan surat SPDP/212/XII/2023/Satreskrim, di mana dalam surat tersebut kami disangkakan melakukan perbuatan pengerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 406 KUHP

"Untuk dapat diketahui bahwa kami tidak pernah diperiksa dan atau dimintai keterangan terkait dengan perbuatan yang dituduhkan kepada kami yang terkait dengan Pasal 406 KUHP, tersebut dan polisi langsung melakukan penyitaan terhadap villa tersebut, dan kami tidak pernah menjalani pemeriksaan dan atau dimintai keterangan terkait laporan atas nama Lawyer YS yang berkaitan dengan Pasal 406 KUHP tersebut. Diduga saat polisi tiba-tiba datang memasang police line, di dalam vila terdapat tamu yang sedang menginap dimana tamu sedang makan siang dan polisi mengunci villa dari luar dengan police line, kemudian saat tamu datang, polisi memaksa karyawan villa untuk mengeluarkan seluruh barang-barang milik tamu dari dalam villa tersebut, ini jelas tindakan sewenang-wenang dan diduga upaya kriminalisasi terhadap klien kami," tutupnya. 012


TAGS :