Ekonomi

Inflasi di Bali Capai 0,54% (mtm) atau 6,84% (yoy) September 2022, Harga BBM Naik Redam Penurunan Harga Hortikultura

 Rabu, 05 Oktober 2022 | Dibaca: 284 Pengunjung

Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho 

www.mediabali.id, Denpasar. 

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali, terus berupaya menekan inflasi bulanan di Provinsi Bali agar lebih rendah dari inflasi nasional. TPID mendorong terjadinya penurunan harga kelompok volatile foods, terutama terhadap komoditas hortikultura, beserta second round effect terhadap harga komoditas kelompok core inflation.

Dari penelusuran di lapangan, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menyatakan pada September 2022 Provinsi Bali telah mengalami inflasi sebesar 0,54% (mtm) atau 6,84% (yoy). Secara bulanan, maka inflasi Bali lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 1,17% (mtm), namun secara tahunan masih di atas nasional (5,95%, yoy). 

Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menerangkan kelompok administered price (AP) telah mengalami lonjakan inflasi sebesar 6,88% (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,31% (mtm). 

Tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi per 3 September 2022, kemudian kenaikan tarif angkutan antar kota, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter, dan rokok putih. 

"Terhadap komponen yang menahan laju inflasi adalah tarif angkutan udara, seiring dengan tren penurunan harga minyak global, serta menurunnya permintaan tiket pesawat seiring dengan penurunan aktivitas penerbangan domestik pada Bulan September dibandingkan bulan sebelumnya," terang Trisno, Rabu (5/10/2022).

Trisno menambahkan kelompok core inflation tercatat mengalami deflasi sebesar -0,14%, berbalik arah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,54% (mtm). Selanjutnya, untuk deflasi pada kelompok tersebut dipengaruhi oleh menurunnya permintaan canang sari, sejalan dengan berkurangnya intensitas upacara keagamaan. 

"Sedangkan untuk tekanan deflasi mulai tertahan naiknya harga kue kering berminyak seiring dengan kenaikan harga tepung terigu," tambahnya.

Dikatakan Trisno bahwa kelompok volatile food telah mengalami deflasi sebesar -3,33% (mtm), lebih tinggi dibandingkan deflasi pada bulan sebelumnya sebesar -3.74% (mtm). Deflasi volatile food terutama didorong oleh penurunan harga bawang merah, tomat, dan cabai merah seiring dengan masih berlangsungnya musim panen di sentra produksi, salah satunya di Kabupaten Bangli.

"Terhadap deflasi juga bersumber dari penurunan harga minyak goreng seiring dengan tren penurunan harga CPO global dan penurunan harga daging ayam ras akibat tingginya impor Day Old Chicken (DOC) beberapa bulan yang lalu," katanya.

Sementara itu, laju deflasi kelompok volatile foods tertahan oleh kenaikan harga beras akibat berakhirnya musim panen dan curah hujan yang tinggi. Untuk di bulan Oktober 2022, Provinsi Bali diprakirakan mengalami inflasi, namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. 

Ditegaskan Trisno, inflasi diprakirakan bersumber dari dampak lanjutan kenaikan harga BBM, kemudian kenaikan harga beras seiring dengan berakhirnya musim panen, lalu kenaikan harga ikan akibat tingginya curah hujan dan gelombang laut. 

"Maka TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali senantiasa melakukan koordinasi untuk melakukan pemantauan harga dan pasokan, penyelenggaraan operasi pasar secara intensif, peningkatan Kerja sama Antar Daerah (KAD) untuk memenuhi pasokan, dan penambahan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD untuk program pengendalian inflasi di Provinsi Bali," tandasnya. 012


TAGS :