Peristiwa

Ali Yasmin Ditahan 781 Hari di Penjara Dewasa Australia, Korban Trafficking di Usia 13 Tahun

 Jumat, 19 Januari 2024 | Dibaca: 471 Pengunjung

Tanpa bantuan pemerintah Indonesia. Ali Yasmin (28) korban penipuan Trafficking, menceritakan saat berusia 13 Tahun ditahan polisi Australia. Dia dibantu Pengacara dari kantor pengacara Ken Cush dan Partner, Jumat (19/1/2024).

www.mediabali.id, Badung. 

Perlakuan Pemerintah Australia terhadap anak-anak Indonesia patut dipertanyakan, terutama penangkapan dan penanganan hukum bagi anak-anak di bawah umur, Jumat (19/1/2024).

"Di awal diiming-imingi pekerjaan memang benar, menyesal dan sayangnya sampai tertangkap (polisi Australia) saya baru mengetahui ditipu. Yang menipu orang Indonesia yang dianggap paman asal Sulawesi, dia bukan paman asli saya. Karena setelah tertangkap saya baru tahu ditipu," ujar Ali Yasmin (28) yang kala ditangkap masih berusia 13 Tahun.

Menurut Ali saat berangkat menuju perairan Australia, mereka menggunakan kapal dan di dalamnya ada 4 orang Warga Negara Indonesia (WNI).

Ali mengakui dalam upaya membebaskan dirinya yang terlanjur ditahan, tidak ada bantuan dari Pemerintah Indonesia, hingga terjadinya konferensi pers ini.

"Saat di kapal ada empat WNI dan kami tidak saling kenal. Kalau sekarang ada illegal ke Australia mungkin langsung dipulangkan ke negaranya. Saya sekarang hanya berharap jangan sampai ada Ali Yasmin yang lain. Saya sebelumnya tidak setuju rontgen pergelangan tangan, sebab umur saya yang paling tahu ada ibu saya. Saat tuntutan saya diterima Pengadilan, saya diminta menghadirkan akta kelahiran dan data lainnya. Saya dibantu konsulat, tapi surat-surat yang sudah ada itu tidak ada sampai di pengadilan. Tidak ada bantuan pemerintah Indonesia, justru saya dibantu warga negara asing (WNA) dari luar," bebernya.

Pengalaman Ali Yasmin diutarakan oleh Sam Tierney, Pengacara dari kantor pengacara Ken Cush dan Partner menjelaskan Ali benar ditangkap saat berusia 13 Tahun. Kala itu, Ali tidak mengetahui apapun tentang trafficking (perdagangan manusia), dia ditawarkan gaji besar untuk bekerja sebagai tenaga antar barang-barang ke Australia.

Berbekel kemampuan dan pengetahuan minim, Ali mengiyakan ajakan orang di sekitarnya. Ali yang masih berusia 13 Tahun lalu mendapat apes ditangkap kepolisian perairan Australia.

"Seorang pemuda Indonesia berusia 13 tahun dengan nama Ali Yasmin, ditahan oleh pihak berwenang Australia karena memasuki Australia dengan perahu yang membawa pencari suaka. Dia adalah salah satu dari banyak anak Indonesia yang dituntut oleh pihak berwenang Australia antara Tahun 2007 dan 2013 setelah mereka dianggap dewasa dengan menggunakan metode rontgen pergelangan tangan untuk memprediksi usia kronologis mereka," ujar Sam Tierney, yang juga di dampingi Kirstin Follows selaku Executive General Manager of Australian Unity Trustees dan Sally Fenemor selaku Kepala Partnerships of Australian Unity Trustees.

Sam Tierney dengan sejumlah rekannya mencari tahu kebenaran terhadap nasib Ali, asal Lembata, Nusa Tenggara Timur tersebut.

Meski Ali saat itu masih anak-anak dan memiliki akta kelahiran, Polisi Federal Australia tetap mendakwa dia menggunakan tanggal lahir palsu di pengadilan untuk orang dewasa pada bulan Maret 2010.

Polisi Indonesia telah mengirimkan salinan sah akta kelahiran Ali Yasmin ke Polisi Federal Australia pada tanggal 12 Oktober 2010.

"Ali Yasmin berusia 14 Tahun pada bulan Desember 2010 ketika ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara sebagai orang dewasa," tuturnya.

Dampak tertangkapnya Ali oleh kepolisian Australia, dia menghabiskan 781 hari di penjara dewasa dengan keamanan maksimum.

Perdana Menteri saat itu, Julia Gillard, mengatakan tidak ada satupun anak Indonesia yang ditahan di penjara dewasa di Australia beliau sangat salah dengan pernyataan beliau.

Kemudian tanggal 17 Mei 2012 Jaksa Agung Australia mengumumkan pembebasan WNI dari penjara. Sehingga pada tanggal 18 Mei 2012, Ali Yasmin bisa pulang ke Indonesia.

"Ali Yasmin, anak laki-laki yang secara salah dipenjara di penjara dewasa Australia dan mendapatkan kompensasi class action (gugatan kelompok) sebesar $27,5 juta AUD di Pengadilan Federal Australia untuk anak-anak Indonesia," terang Sam.

Diutarakan Colin Singer, Permerhati Keadilan ‘Justice of the Peace’ di Australia juga menyampaikan keprihatinannya terhadap Ali Yasmin.

Ia mengecek Ali tinggal di penjara dengan sekamar berisi 3 orang. Pernah di awal mendekam di penjara, Ali mengalami sakit perut karena tidak ada nasi. Ali berusia 13 Tahun saat itu akhirnya diberikan rice cooker dan memasak nasi, sebagaimana nasi adalah makanan pokok warga Indonesia.

"Tahun 2017, Pengadilan Banding di negara bagian Australia Barat merasa yakin bahwa telah terjadi kegagalan dalam mencapai keadilan (miscarriage of justice). Keputusan tersebut membatalkan hukuman tersebut dan seluruh hakim dengan suara bulat menyetujui bahwa Ali Yasmin harus dibebaskan," tegas Colin Singer.

Pengacara Senior di Ken Cush & Associates, sebuah firma hukum di Australia yang mewakili Ali Yasmin, Ibu Caitlin O'Brien menerangkan sejak hukuman Yasmin dibatalkan, firmanya telah membatalkan 7 hukuman lagi untuk anak laki-laki Indonesia lain yang berasal dari Pulau Alor, Rote dan Wakatobi.

Kemudian kasus di atas ditemukan bahwa semuanya masih merupakan anak-anak dan telah terjadi ketidakadilan terhadap mereka.

Tahun 2018, Ali Yasmin memulai gugatan kelompok (class action) untuk kompensasi atas dirinya sendiri dan atas nama anak-anak Indonesia lainnya yang sebagian besar berasal dari desa nelayan yang dicegat dan ditahan oleh pemerintah Australia.

Kebijakan pemerintah dan polisi Australia adalah bahwa anak-anak yang ditemukan di kapal-kapal tersebut, yang sebagian besar telah ditipu untuk menjadi awak kapal, harus segera dikembalikan ke keluarga mereka di Indonesia.

"Alih-alih dipulangkan malah mereka ditahan dalam jangka waktu yang lama di dalam tahanan imigrasi dan dipenjarakan dalam penjara untuk orang dewasa," ceritanya.

Pada tanggal 22 Desember 2023, Pengadilan Federal Australia memutuskan untuk memberikan uang sebesar $27,5 juta dollar Australia sebagai kompensasi bagi anak-anak Indonesia yang ditahan secara tidak sah di tahanan imigrasi dan dipenjara sebagai orang dewasa. Pengadilan melihat jumlah uang tersebut sebagai jumlah yang adil dan layak untuk diberikan kepada anggota class action.

Pengadilan menunjuk Mark Barrow dari Ken Cush & Associates, untuk mengelola skema distribusi kompensasi tersebut kepada anggota kelompok class action dalam kurun waktu 12 bulan.

Pengelola dana Kompensasi (Administrator) Mr. Barrow, Pengacara Caitlin O'Brien dari Ken Cush & Associates, penerjemah Toni Kopong bersama timnya telah mengunjungi Kupang, Pulau Rote dan Alor dalam tiga bulan terakhir untuk memproses kompensasi para anggota kelompok.

Ken Cush & Associates saat ini mewakili lebih dari 100 anggota grup dan telah bertemu dengan 80 anggota grup dari seluruh Indonesia. Estimasi jumlah anggota kelompok menurut Pengadilan Federal Australia adalah 240 orang.

Meskipun dengan besarnya jumlah kompensasi yang diberikan, Pemerintah Australia hingga saat ini belum mengakui bertanggung jawab karena telah memenjarakan anak-anak Indonesia di penjara dewasa. Masyarakat dapat mengambil kesimpulan sendiri mengenai apakah Pemerintah Australia salah secara moral karena telah melakukan hal tersebut.

Diperkirakan proses kompensasi akan berlangsung selama 12 bulan, maka setiap anggota kelompok class action harus menghubungi Pengurus untuk mendapatkan bantuan melalui nomor WhatsApp 61 420 808 466, atau kepada salah satu stafnya, yaitu: Syarif 081 246 304 143, atau Munir 082 236 108 261. 012


TAGS :