Peristiwa

PN Semarapura Bergejolak, Diduga Catat Formil Kasus Mantan Anggota Br. Adat Sental Kangin Tuntut Tanah Dimiliki

 Sabtu, 28 Oktober 2023 | Dibaca: 808 Pengunjung

Suasana perjuangan lewat persidangan dihadiri Krama Banjar Adat Sental Kangin (mendukung para tergugat) yang telah menyepakati setiap paruman yang hasilnya digugat oleh Para Penggugat.

www.mediabali.id, Klungkung. 

Pengadilan Negeri Semarapura sepertinya harus siap-siap menerima lonjakan gugatan dalam sehari, apabila menerima dan meloloskan gugatan-gugatan seperti ini, tanpa memberikan pertimbangan yang cukup tentang legal standing para penggugat yang dianggap berhak untuk menggugat oleh Pengadilan Negeri.

Salah satu perkara gugatan yang diajukan oleh para Penggugat yang tidak memiliki Legal Standing untuk menggugat saat ini sedang digelar Pengadilan Negeri Semarapura dengan perkara perdata nomor: 82/Pdt.G/2023/PN Srp. Sejak tanggal 12 September 2023 di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Semarapura.

Dalam perkara tersebut, Para Tergugatnya adalah para Pejabat dari Banjar Adat Sental Kangin, di antaranya Kelian Pembangunan Banjar Adat Banjar Sental Kangin I Nyoman Supaya (Tergugat I), Kelian Banjar Adat Banjar Sental Kangin Kadek Parnata (Tergugat 2), Penyarikan Banjar Adat Sental Kangin Gede Arianta (Tergugat 3) serta pemangku Pura Segara Banjar Adat Sental Kangin juga ikut sebagai tergugat IV. 

Namun anehnya mereka semua digugat bukan dalam kapasitasnya sebagai pejabat di Banjar, melainkan sebagai pribadi (warga) dan dalam perkara tersebut. Padahal tidak ada masalah pribadi di antara pada Tergugat dengan Para Pengugatnya yang merupakan mantan anggota banjar yang telah melanggar awig-awig sehingga telah dikeluarkan dari keanggotaaan banjar (Ulung meKrama/Kasepekang).  

Sebagai mantan anggota banjar, tentu hak dan kewajibannya sebagai anggota Banjar telah dihapus sehingga sudah tidak memiliki hak dan kewajiban apapun terhadap banjarnya.

Namun demikian, para Penggugat, yakni: I Made Sudiarta (Penggugat I), I Wayan Widhi Adnyana, SE., (Penggugat II), dan I Putu Suartika (Penggugat III) tetap mengajukan gugatan yang menuntut agar tanah yang 'didudukinya' agar tetap menjadi milik Para Penggugat padahal Para Penggugat sebagai pribadi tidak punya hak apapun atas tanah yang didudukinya, sebab tanah itu secara de facto telah diakui sebagai tanah milik Banjar Adat Sental Kangin yang dibuktikan dengan adanya perarem yang mengatur bahwa setiap orang yang ingin melakukan kegiatan di atas tanah tersebut, harus menjadi anggota banjar Adat Sental Kangin, atau atas seijin dari Banjar Adat Sental Kangin, dengan mendaftar ke Banjar untuk mendapatkan ijin dari Banjar Adat Sental Kangin dan Para penggugat pun saat ini tidak mengantongi hak kepemilikan atas tanah tersebut, tidak memiliki sporadik atau bukti penguasaan fisik secara tidak terputus lebih dari 20 tahun, juga tidak ada mengantongi surat sewa atau surat kontrak. 

Bahwa dengan demikian, Para Penggugat sesungguhnya hanya pernah memiliki hak menggunakan yang diberikan oleh Banjar Adat Sental Kangin semasa masih menjadi anggota Banjar, sehingga setelah dikeluarkan otomatis hak untuk menggunakan tersebut pun hilang atau dihapus.

Adapun objek sengketa dalam perkara ini berupa bidang tanah tepi pantai sepanjang 71 meter, seluas kurang lebih 700 m2 (7 are) yang diduduki oleh Para Penggugat, yang berlokasi di pesisir pantai Banjar Adat Banjar Sental Kangin yang merupakan sebagian dari hamparan tanah seluas kurang lebih 4.600 m2 (empat ribu enam ratus meter persegi) yang sebelumnya telah disepakati oleh segenap warga Banjar Adat Sental Kangin untuk dimohon pensertipikatannya sebagai Tanah Pelaba Pura Segara Banjar Adat Sental Kangin dan prosesnya telah berjalan namun terhambat oleh ulah Para Penggugat. 

Bahwa dalam mediasi pun terlihat sangat aneh, karena kepentingan Para Penggugat dalam gugatannya tidak bisa dipenuhi oleh Para Tergugat, sebab Para Penggugat menuntut hal-hal yang merupakan kesepakatan hasil paruman seluruh Warga Krama Banjar Adat Sental Kangin, (terutama mengenai tanah obyek sengketa dan putusan Ulung MeKrama) sehingga Para Tergugat, yang digugat sebagai pribadi sudah tentu tidak mungkin bisa memenuhi keinginan Para Penggugat. 

Bahkan, hingga akhir persidangan pun, diprediksi Gugatan tidak dapat diterima atau ditolak karena selain Para Penggugat adalah orang-orang yang tidak mempunyai kualitas/berhak untuk mengajukan gugatan, sehingga Gugatan terkena Eksepsi Diskualifikasi, ternyata Gugatan Para Penggugat ini juga salah menggugat pihak Tergugat (Error in Personal) karena yang seharusnya yang digugat adalah seluruh Krama Banjar Adat Sental Kangin yang telah menyepakati setiap paruman yang hasilnya digugat oleh Para Penggugat. 

Sementara dalam persidangan yang berlangsung, Para Tergugat selalu hadir disertai dengan lebih dari seratus kepala keluarga Banjar Adat Sental Kangin yang setia mendampingi Para Tergugat. 

Mereka mengaku terpanggil untuk berjuang bersama sama secara kompak mempertahankan sekaligus menegakkan hasil paruman Banjar Adat Banjar Sental Kangin serta menjaga dan mempertahankan wewidangan Banjar Adat Sental Kangin yang sudah dikuasai difungsikan serta dirawat oleh Krama Banjar Adat Sental Kangin secara tidak terputus dari sejak dahulu kala, bahkan dari sebelum Negara Republik Indonesia ini ada, hingga saat ini. 

Memperhatikan situasi yang demikian, sembari melihat adanya cacat formil dalam gugatannya, demi kebaikan bersama, dalam kesempatan sidang pertama, Kuasa Hukum Para Tergugat diketahui sempat menawarkan kepada Kuasa Hukum Para Penggugat untuk mencabut gugatannya, namun ditolak, sehingga artinya pihak Pengadlian Negeri harus senantiasa mempersiapkan pengamanan setiap kali persidangan, karena dipastikan rombongan kepala keluarga Banjar Adat Sental Kangin tersebut bertekad untuk selalu hadir mendampingi Para Tergugat.

Kepada redaksi, Para Tergugat menjelaskan bahwa kawasan yang sebelumnya dipenuhi gubug-gubug petani rumput atas seijin Banjar Adat Sental Kangin, dan kemudian menjadi kumuh karena setelah lama ditinggalkan oleh para petani rumput laut, gubug-gubug itu roboh berserakan, maka berdasarkan hasil paruman adat, disepakati untuk membersihkan kawasan tersebut dan setelah kawasan pesisir pantai Banjar Adat Sental Kangin menjadi bersih dan indah serta mulai dilirik oleh banyak wisatawan, maka berdasarkan hasil paruman adat lanjutnan, Banjar Adat Sental Kangin ingin memanfaatkan dan memfungsikan kawasan itu agar bisa menghasilkan untuk menunjang biaya-biaya upacara agama di Pura Segara Banjar Adat Banjar Sental Kangin, sekaligus menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat Banjar Adat Sental Kangin. 

Dalam paruman Krama Banjar Adat Sental Kangin, kawasan itu disepakati hendak difungsikan sebagai Kawasan resto, bar, dan beach club (PLOT 1), Kawasan kuliner, spa dan artshop (PLOT 2) dsan terakhir kawasan jualan canang, buah dan sayur (PLOT3) yang keseluruhannya dilakukan demi peningkatan kesejahteraan bersama yang seadil-adilnya, bagi seluruh Krama Banjar Adat Sental Kangin. 

Dijelaskan oleh para Tergugat, bahwa berdasarkan paruman, setelah dihitung objek yang bisa bangun, yaitu sepanjang 170 meter, jika dibagi perorangan dengan jumlah KK di Banjar Adat Sental Kangin berjumlah 100 KK, maka 1 KK hanya mendapat bagian 1,7 meter, sehingga demi membangun beach club yang ideal, banjar adat pun membentuk kelompok, karena beach club yang hendak dibangun akan dibagi per kelompok.

Pada saat pembagian, ternyata kelompok Para Penggugat yang awalnya terdiri dari 24 orang, ternyata secara arogan menduduki lahan sepanjang 71 meter sehingga mengakibatkan ada 35 orang yang belum mendapatkan bagian lahan.

Setelah dilakukan musyawarah, di mana 35 orang tersebut dijadikan satu kelompok, diputuskan bersama-sama bahwa kemudian tanah diduduki oleh Para Penggugat yang tadinya sepanjang 71 meter tersebut dibagi dua, dengan pembagian yang lebih menguntungkan kelompok Para Penggugat, yaitu sepanjang 40 meter untuk kelompok Para Penggugat yang terdiri dari (hanya) 27 orang, sedangkan sisanya sepanjang 31 meter diberikan kepada kelompok 35 orang tersebut. 

Dalam paruman inilah Para Penggugat menunjukkan arogansinya, bersikeras ingin menduduki sepanjang 71 meter tersebut, dan menyatakan menolak keputusan paruman tersebut sehingga atas sikap Para Penggugat yang tidak menghormati putusan paruman diberitahukan perihal sanksi adat yang bisa dikenakan, yaitu Ulung Mekrame (Kasepekang alias dikeluarkan dari keanggotaan Banjar Adat Sental Kangin).  

Setelah diberitahukan dan dinasehati perihal sanksi adat tersebut, akhirnya 21 orang anggota kelompok Para Penggugat tersebut menyadari kekeliruannya, dan karena 3 orang Para Penggugat tetap tidak mau menerima keputusan paruman, maka 21 orang tersebut memutuskan keluar dari kelompok Para Penggugat. 

“Tetapi ketiga orang ini tidak setuju dengan berkata bahwa tanah itu adalah tanah negara dan siapa pun yang menguasai fisiknya dialah pemiliknya,” ungkap salah seorang Tergugat. 

Pernyataan Para Penggugat inilah yang membuat semua warga merasa bahwa Para Penggugat sudah di belenggu oleh nafsu serakahnya, ingin menguasai lebih dari seharusnya, hingga melupakan keadilan buat Krama lainnya, yang seharusnya ikut dipikirkan supaya bisa juga mendapatkan keadilan untuk ikut memungsikan kawasan wewidangan banjarnya.

Demikian berlanjut permasalahan ini, di mana ketiga orang yang telah dikeluarkan dari keanggotaan Banjar Adat Sental Kangin tersebut, tidak menggubris keputusan paruman, dengan bersikeras melanjutkan Pembangunan diatas lahan sepanjang 71 meter tersebut, dan setelah Krama Banjar Adat Sental Kangin berusaha mencari keadilan ke Gubernur, Polda Bali, Polres Klungkung dan DPRD Provinsi Bali, akhirnya Para Penggugat menggugat, tapi karena bukan menggugat Krama Banjar Adat Sental Kangin, namun menggugat hanya 4 orang yang merupakan unsur pimpinan dari Banjar yang digugat sebagai orang pribadi sehingga Gugatannya harusnya Error in Persona.

Merespons sikap kukuh para penggugat ini, Kuasa Hukum Para Tergugat, Nyoman Samuel Kurniawan menegaskan bahwa berbicara mengenai sporadik atas tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dalam Pasal 24 ayat 2 dinyatakan bahwa dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih dari 20 tahun secara tidak terputus hingga saat ini oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya.

“Ada dua syarat fundamental yang harus dipenuhi. Pertama, penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. Kedua, penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan maupun pihak lainnya. Hal ini jelas-jelas menggugurkan klaim dari Para Penggugat tersebut,” tegas Nyoman Samuel Kurniawan, Sabtu, (28/10).

Pada dasarnya apabila ingin menguasai suatu fisik bidang tanah negara, Pemohon harus mendapatkan pembenaran dari pejabat lingkungan tanah tersebut berada, baik melalui kepala dusun, kepala desa, dan camat, karena aparat desa dan aparat pemerintahan tersebutlah yang mengetahui mengenai tanah tersebut. 

"Sementara Para Penggugat baru mulai menduduki lahan sepanjang 71 meter tersebut sejak Banjar Adat Sental Kangin mengadakan pembagian lahan pada bulan Nopember 2022, yang mana saat itu para Penggugat dengan tanpa malu-malu menduduki lahan seluas 71 meter sehingga menimbulkan permasalahan, karena Para Penggugat lupa, bahwa mereka hanya diberikan hak mengunakan oleh Banjar, bukan hak menguasai, bukan hak memiliki. Sehingga Kuasa hukum Para Tergugat menekankan, perlu dipertanyakan sejak kapan Para Penggugat ini merasa menggarap tanah tersebut?
Pasalnya jika mereka selaku warga banjar adat mengklaim atas dasar ijin dari Banjar untuk membangun gubug rumput, yang memang ijinnya sudah lebih dari duapuluh tahun yang lalu, namun perlu digaris bawahi bahwa ijin itu diberikan kepada Para Penggugat untuk membangun guguk Rumput Laut yang letaknya jauh berbeda dengan letak obyek sengketa yang diduduki oleh Para Penggugat, sehingga jelas tidak ada kaitannya sama sekali. Bahwa I Putu Suartika (Penggugat III) dulu diberikan ijin untuk membangun gubug untuk menggarap rumput laut di seberang depan SPBU agak ke timur, sepanjang 10 meter sedangkan I Made Sudiarta (Penggugat I) dulu diberikan ijin untuk membangun gubug untuk menggarap rumput laut justru lebih ke timur lagi, yakni di dekat Pura Toya Mumbul sepanjang 7 meter sehingga perlu ditegaskan bahwa tempat-tempat gubug mereka itu dulu berbeda jauh dengan tempat yang diduduki Para Penggugat saat ini yang menimbulkan permasalahan, tegas seorang Tergugat. Karena perkembangan pariwisata, krama Banjar Adat Sental Kangin menggelar paruman untuk melahirkan keputusan melebur kawasan tersebut untuk dibersihkan dan difungsikan oleh Banjar Adat Sental Kangin sebagai Kawasan Akomodasi Pariwisata, karena masarakat sudah tidak lagi menggantungkan mata pencaharian dari hasil bertani rumput laut dan beralih ke sektor pariwisata. Dengan demikian, terciptalah kesepakatan Berita Acara Paruman yang di tandatangani oleh semua warga Banjar Adat Sental Kangin termasuk juga para Penggugat menandatanganinya," tegasnya.

Tokoh Masyarakat Wayan Muka Udiana mengungkapkan kawasan itu dilebur oleh Banjar Adat Sental Kangin. Gubuk-gubug dibersihkan sesuai dengan kesepakatan berita acara paruman banjar adat yang ditandatangani oleh seluruh warga termasuk ketiga orang penggugat ini. Dengan bukti tanda tangan ini dapat disimpulkan bahwa ketiga orang Penggugat ini juga sepakat agar gubug-gubugnya dilebur untuk bisa ditata sebagai akomodasi pariwisata yang lebih menjanjikan. Sekarang mereka menggugat, sehingga di klangan warga Kramna Banjar Adat Sental Kangin mucul berbagai pertanyaan-pertanyaannya, diantaranya adalah: Alas hak apa yang mereka gunakan untuk menggugat? Bukankah untuk menggugat tentunya harus ada dasar Alas Hak yang dijadikan sebagai alasan untuk mendalilkan keberhakanya terhadap obyek yang digugatnya itu? Sedangkan menurut kami merekalah yang menyerobot  lahan dan menyerobot aturan di Banjar Adat Sental Kangin, menyerobot penguasaan fisik tersebut. Tapi Kenapa mereka yang menggugat? Kalau bicara penguasaan fisik, mereka mendapat itu dengan cara menyerobot dan terjadinya baru beberapa bulan sehingga mereka terkena sanksi kasepekang. Ketiga oknum ini mencoba menguasai fisik tanah dengan dasar keserakahan dan menggugat untuk membuat posisinya biar seolah oleh menjadi korban. Dan pengadilan mau dijadikan alat untuk menyamarkan kesalahannya yang sudah menyerobot tanah, menyerobot awig-awig dan menyerobot sepadan. 

Biarpun seolah-olah terlihat sebagai korban, tetap saja kesalahannya yang mutlak tidak bisa disembunyikan dibalik gugatannya, karena seluruh orang yang ada di lingkungan Banjar Sental dan yang tinggalnya tidak terlalu jauh dari Sental sudah mengetahui persis semua kebenarannya bahwa si Penggugat memang sudah hilang akal sehat dan hilang hati nuraninya hingga melenceng jauh dari kebenaran seorang manusia pada umumnya. 

"Jika sampai dibiarkan, maka kejadian ini bisa saja terjadi di berbagai tempat karena ada banyak tanah kosong di sempadan pantai dan ada banyak tanah kosong di seluruh Bali, nanti dikhawatirkan ada banyak orang yang akan meniru untuk mendirikan bangunan di tanah-tanah kosong itu, tanpa mempedulikan itu tanah siapa. Lalu kalau di setop oleh yang punya lahan, nanti yang nyetop itu di gugat duluan ke Pengadilan Negeri untuk menyamarkan kesalahannya.
Hal ini dikhawatirkan berpotensi menimbulkan terjadinya “wabah konflik” di mana-mana ke depannya,” beber Wayan Muka Udiana. 

Digaris bawahi Kuasa Hukum Para Tergugat, Ketiga Penggugat ini mencoba menguasai tanah tersebut dengan cara merampas dari Banjar Adat Sental Kangin dengan memaksakan mendirikan bangunan tanpa seizin banjar adat.
 
“Jika berbicara mengenai izin, kalau berbicara hak untuk membangun di atas tanah hak milik sendiri pun wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) apalagi membangun di tanah yang bukan hak milik. Pada umumnya orang yang membangun tanpa izin akan berlindung di hukum adat (Hukum Desa Kala Patra) untuk menunjang keberlangsungan sebagai masyarakat adat. Hal tersebut dimaklumi oleh Pemerintah.  Sedangkan Para Penggugat ini mau berlindung di mana? Hukum negara sudah dilanggar, yaitu membangun di atas tanah yang bukan tanah miliknya, membangun tanpa izin PBG (IMB) dengan tanpa jaminan perlindungan hukum dari banjar adat atas persetujuan wewidangan, karena sudah di keluarkan dan bahkan kini menggugat mantan banjarnya,” terang Nyoman Samuel Kurniawan.

Ditambahkannya, bangunan yang didirikan oleh ketiga oknum penggugat ini diduga melanggar sempadan pantai serta menyerobot pasir pantai. Hal ini melanggar Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang Tata Ruang Umum Wilayah Provinsi Bali, khususnya Pasal 139 yang menyebutkan bahwa pemanfaatan sempadan pantai jarak sekurang-kurangnya 100 meter dari  titik tertinggi pasang air ke daratan. 

“Dalih bahwa ketiga oknum tersebut memiliki izin usaha berbasis risiko bukan berarti mereka bisa melanggar kesepakatan berita acara paruman Banjar Adat Sental Kangin yang telah ditandatangani oleh seluruh warga termasuk oleh ketiga oknum ini,” pungkas Kuasa Hukum Para Tergugat.

Nyoman Samuel Kurniawan menekankan izin usaha yang diklaim oleh ketiga oknum penggugat ini tidak dapat dijadikan dasar mendirikan bangunan usaha di tanah tersebut mengingat IMB merupakan produk hukum yang berisi persetujuan atau perizinan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah Setempat (Pemerintah kabupaten/kota) dan wajib dimiliki atau diurus pemilik bangunan yang ingin membangun, merobohkan, menambah atau mengurangi luas, ataupun merenovasi suatu bangunan.

“Dan izin usaha berbasis risiko adalah perizinan berusaha yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan kegiatan usahanya yang dinilai berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Dari kedua pengertian ini dapat disimpulkan bahwa IMB dan Izin Usaha Berbasis Risiko merupakan dua hal yang berbeda secara hukum dan tidak dapat saling mengganti fungsi masing-masing sebaliknya harus saling melengkapi,” tandas Nyoman Samuel Kurniawan. 012/*


TAGS :