Peristiwa

LPSK Edukasi Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual

 Kamis, 25 Mei 2023 | Dibaca: 297 Pengunjung

Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc., Psi., selaku Wakil Ketua LPSK RI, menegaskan LPSK tanggani korban kejahatan atau pelecehan seksual dan semacamnya. Kasus kejahatan seksual di Bali mengalami penurunan, tetapi masih perlu pengawasan dari orang-orang se

www.mediabali.id, Badung. 

Kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menjadi pembahasan para komponen dan praktisi hukum di Bali, khususnya dalam menyikapi beragam persoalan mengenai pelecehan seksual.

Diskusi yang digelar LPSK lewat tajuk: 'Sosialisasi kewenangan LPSK dalam kerangka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual'.

LPSK menyinggung atas pelaksanaan mandat UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta sehubungan dengan telah disahkannya UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc., Psi., selaku Wakil Ketua LPSK RI, usai membuka diskusi mengatakan bahwa tidak dipungkiri apabila tindak pidana kekerasan seksual semakin marak di Indonesia, sehingga pengawasan dan penanganannya di lapangan dibutuhkan sinergi dari LPSK, termasuk komponen hukum, dan masyarakat.

"LPSK menerima permohonan perlindungan untuk tindakan kekerasan seksual, semakin tahun kian meningkat. Pemohon atau korbannya mayoritas atau 70 persen kenal dengan si pelaku. Mereka seperti, ayah kandung, ayah tiri, paman, kakek, tetangga, guru, dosen, hingga pejabat negara. Nah, sekarang yang sedang marak atau ramai ini adalah sekolah berbasis asrama, baik yang berbasis agama atau tidak. Terakhir kita dengar korbannya sampai ada puluhan, menjadi korban pencabulan oleh guru atau pemilik di sekolah berbasis asrama terkait," ujar Livia Istania, Kamis (25/5/2023) di Swiss-Belhotel Rainforest di Jl. Sunset Road No.101, Kuta, Kec. Kuta, Kabupaten Badung.

Para korban yang mengalami rasa trauma membutuhkan perhatian lebih serius, mereka yang mengalami trauma dalam suatu kasus kerap takut, bahkan enggan memberi informasi pelaku pelecehan seksual. 

Karena itu, relasi kuasa yang dianggap kurang seimbang diduga menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual. LPSK menilai terhadap kasus-kasus traumatik membutuhkan bantuan Psikologi. Harapannya, para korban pelecehan seksual dapat memperoleh perlindungan, keamanan, dan kenyamanan memberikan keterangannya.

"Sayangnya korban justru banyak yang menyalahkan dirinya sendiri, padahal yang salah adalah si pelaku pemilik niat jahat tersebut. Paling banyak mengenai sekolah berbasis asrama atau agama itu berada di Jawa Barat. Namun begitu, laporan yang masuk ke LPSK justru datang dari Jawa Timur. Hal ini kita lihat (sekolah asrama dan non asrama-red) berada di bawah dua kementerian yang berbeda. Yang asrama non agama ada di bawah Kementerian Pendidikan, dan asrama berbasis agama di bawah Kementerian Agama," bebernya.

Livia menambahkan LPSK berupaya membantu memberikan perlindungan terhadap saksi korban atau si pelapornya. Kadangkala korban merasa takut dipecat bekerja atau dipecat sekolah, apabila tindakan pelaku atau tindakan cabul oleh atasannya sampai tersebar ke publik atau dilaporkan ke aparat berwajib.

"Salah satu kasus di Jawa Timur, pelakunya adalah anak pemilik pesantren itu. Pada saat korbannya melapor, korban dipecat sekolah, lalu bagaimana mereka harus melanjutkan pendidikannya," tuturnya.

Dari segi umur korban kejahatan seksual atau cabul rata-rata masih menempuh pendidikan. Mereka yang mengalaminya, sekitar 80 persen adalah korban perempuan dan 75 persen adalah korban anak-anak, sebagaimana ditinjau atas laporan yang ditanggani LPSK.

"Jika kita melihat korban (kejahatan seksual-red) di Bali, rata-rata mengalami penurunan. LPSK di Tahun 2021 menanggani perlindungan sekitar 150-an kasus, Tahun 2022 mencapai 150-an. Tapi,  mayoritas itu korban terorisme. Karena untuk pembayaran kompensasi, mereka mengajukan dihitung kompensasi yang ganti rugi negara. Dan Tahun 2023, masih dominan terkait korban terorisme. Sedangkan, kekerasan dalam rumah tangga di Bali cukup tinggi. LPSK kini sedang membangun tempat, Pusat Perlindungan, Pemulihan, dan Pelatihan (P4) di mana korban setelah menjalani proses hukum, belum siap berinteraksi secara seksual dapat ke tempat ini," tegasnya. 012


TAGS :