Peristiwa

Ipung Konsisten Perjuangkan Tanahnya, Minta Prajuru Adat Serangan Belajar Hukum Sebelum Lontarkan Isu Swadaya Masyarakat

 Selasa, 14 Juni 2022 | Dibaca: 451 Pengunjung

Praktisi hukum Siti Sapura alias Ipung perjuangkan tanahnya. Minta pejabat terkait tak provokasi warga Desa Serangan.

www.mediabali.id, Denpasar. 

Kasus lahan tanah mencapai luas 7 are, dimana telah dijadikan jalan di wilayah Kampung Bugis, Serangan, berlanjut dan makin memanas. Kasus ini makin tidak jelas siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas pengaspalan lahan milik Siti Sapura alias Ipung dimaksud.

Tersiar kabar bahwa pengaspalan jalan dilakukan atas dasar swadaya masyarakat, hal ini tentu sangat lucu sebab walaupun itu benar adalah proyek swadaya masyarakat, apa dibenarkan mengaspal tanah tanpa sepengetahuan pemiliknya?

Perihal polemik lahan yang dijadikan jalan ini cukup panjang, awalnya ada kabar yang masuk dari salah satu prajuru di Desa Serangan I Nyoman Nada ke telinga Siti Sapura alias Ipung selaku ahli waris dari Daeng Abdul Kadir menyebutkan bahwa lahannya di aspal karena lahan itu milik PT. BTID.

Dari pihak PT. BTID mengatakan lahan itu miliknya berdasarkan berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor SK.480/Menlhk-Setjen/2015. Namun hal itu terbantahkan melalui Kasatgas Polhut Tahura Agus Santoso.

Saat ditemui di lokasi di Serangan, Senin (26/2/2022) Agus Santoso menjelaskan bahwa dia tidak berani berbicara banyak soal tanah milik Daeng Abdul Kadir, karena tanah itu di luar kawasan kehutanan. Agus Santoso menyatakan tanah tersebut bukan kewenangan Dinas Kehutanan.

Menurutnya dia tidak memiliki kapasitas menangani tanah di luar kawasan hutan. Pernyataan Agus Santoso ini akhirnya ditindaklanjuti dengan dikeluarkan surat yang menyatakan bahwa tanah milik Daeng Abdul Kadir tidak masuk dalam kawasan Tahura.

Setelah itu dilakukanlah penutupan jalan pada hari Rabu 9 Maret 2022. Usai penutupan jalan itu, lantas disusul digelar rapat di kantor Lurah Serangan. Saat itu pula, Nyoman Nada menghubungi Ipung dan mengatakan bahwa tanah itu adalah milik Pemkot Berdasarkan SK Walikota Denpasar No 188.45/575/HK/2014.

Diketahui pula bahwa, SK Walikota terbit mengacu pada berita acara penyerahan tertanggal 2 Mei 2016 di Kantor Lurah Serangan. Terkait SK ini, Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara, Jumat (18/3/2022) kepada wartawan mengatakan akan mengecek dan meminta bagian hukum untuk mengkaji.

Faktanya, sampai berita ini ditulis belum juga ada pernyataan resmi dari Pemkot Denpasar ke media terkait hasil kajian yang dimaksud Walikota. SK ini akhirnya terbantahkan. Ternyata dalam SK itu tidak mencantumkan nama Jalan Tukad Punggawa, yang ada hanya Jalan Tukad Punggawa I.

Sementara lahan milik Ipung yang di aspal hotmix itu bernama Jalan Tukad Punggawa tidak pakai I, II, dan seterusnya. Ipung kepada wartawan saat itu mengatakan ada kejanggalan antara SK dan berita acara penyerahan tanah oleh BTID. Ipung menyebut bilamana, SK itu keluar Tahun 2014, sedangkan berita acara penyerahan muncul Tahun 2016.

Mengenai hal itu, Ipung merasa heran, sebab bagaimana mungkin SK yang katanya lahir dari berita acara penyerahan bisa keluar duluan.

“Emang bisa anaknya belum ada sudah dibuat akta kelahiran, aneh kan,” terang Ipung saat itu yang juga mengatakan bahwa SK ini dianggapnya tidak berlaku.

Diduga oleh sebab merasa tidak ada jawaban dan tidak ada aksi dari pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan tanahnya, Ipung lantas menghujani sejumlah pejabat dengan surat. Bahkan Ipung kepada wartawan, Kamis (2/6/2022)  bersurat hingga ke KPK dan Presiden RI Joko Widodo.

Tak hanya itu, Ipung juga bersurat ke Walikota dan melayangkan somasi kepada Jro Bendesa Adat Serangan, Lurah Serangan dan Camat Denpasar Selatan. Namun belum juga semua surat ini dibalas, Ipung kembali mendapat kabar dari Nyoman Nada bahwa jalan yang dibangun di lahannya itu adalah proyek swadaya masyarakat.

Nyoman Nada saat dikonfirmasi, Jumat (10/6/2022) juga membenarkan. Dikatakannya, pengaspalan jalan itu awalnya merupakan program dari Desa. Saat itu, dibuatlah tim yang namanya tim 9. Dan menurut Nada, beberapa anggota tim 9 saat ini sudah ada yang meninggal dunia. Tim 9 ini, menurut Nada bekerja dengan mencari aspal.

“Dulukan masih aspal yang pakai drum itu, akhirnya dibuatlah jalan. Ya begitu, cuma waktu itu jalan itu pakai aspal gitu kan tidak kuat lama,” tutur Nada.

Sementara itu, soal pembebasan lahan khususnya lahan milik Daeng Abdul Kadir, Nada menerangkan memang dulu tanah itu sudah ada jalan. Tapi jalan itu memang dikatakan Nada adalah tanah orang (Ipung). Padahal masih menurut Nada tanah itu bukan jalan umum, tapi tanah orang.

Dikatakan pula bahwa, meski tanah itu ada pemiliknya, tapi pada saat dilakukan pengaspalan Nada mengatakan tidak ada yang merasa keberatan.

“Jadi waktu di aspal pertama dengan aspal drum itu tidak ada yang protes dan jalan itu diaspal sebelum eksekusi,” ucapnya.

Maka dari itu, atas pernyataan Nada ini mendapat bantahan keras dari Ipung. Konon Ipung menilai nada plin-plan, tidak jujur dan berkata bohong demi menyelamatkan kepentingan yang lebih besar.

Menurut Ipung, Nada bukan saja sebagai prajuru desa adat Serangan, dia juga Humas PT BTID, tentu sangat masuk akal jika dia tidak punya posisi yang tepat karena sarat dengan kepentingan, entah itu pribadi atau pihak lain.

“Pernyataan Nada yang mengatakan bahwa saat tanah itu di aspal menggunakan drum tidak yang keberatan; pesan saya buat kamu Nada sejak tahun 2009 sampai tahun 2020 tanah tersebut adalah menjadi “TANAH SENGKETA” apakah dibenarkan ada pihak-pihak yang berani masuk atau mengakui atau mengalihfungsikan tanah tersebut disaat proses hukum belum selesai,” tegas Ipung.

Yang terakhir, Ipung meminta kepada para pejabat di Lingkungan Pemkot Denpasar untuk tidak memprovokasi masyarakat Serangan.

“Mereka (warga Serangan) adalah teman-teman saya dan saudara saya. Tolong pertanggung jawabkan apa yang pernah bapak-bapak katakan bahwa tanah itu adalah milik Pemkot berdasarkan SK Walikota Denpasar No 188.45/575/HK/2014,” pinta Ipung.

Ipung menegaskan kembali dengan mengatakan tanah atau jalan itu hasil dari swadaya masyarakat, artinya ada upaya untuk membenturkannya dengan warga.

“Tolong pak jangan jadi provokator, tolong taati atau patuhi semua putusan pengadilan yang saya miliki dari tahun 1974 sampai 2020, mulai dari putusan Pengadilan Negeri sampai putusan Mahkamah Agung,” tandasnya. 012


TAGS :