Peristiwa

Garis Polisi Melingkar di Rumah Praktik Dokter Arik, Jarang Komunikasi dengan Warga 

 Selasa, 16 Mei 2023 | Dibaca: 347 Pengunjung

Suasana di sekitar rumah praktik aborsi dokter Arik, di Gg Pura Bajangan Jl. Raya Padang Luwih Dalung Kec. Kuta Utara, Kab. Badung, telah dipasangi garis polisi, Selasa (16/5/2023).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Rumah praktik dokter gadungan I Ketut Arik Wiantara (53) sebagai titik Tempat Kejadian Perkara (TKP) diberi garis polisi, setelah terungkap adanya praktik aborsi terhadap 1338 orok sejak Tahun 2006 s.d. 2023.

Warga di areal Gang Pura Bajangan Jalan Raya Padang Luwih Dalung Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, mengaku tidak begitu mengenal sosok dokter Arik. Meski gencar pemberitaan adanya praktik aborsi di sekitar lokasi. Sosok Arik yang mengaku sebagai dokter gigi, tetapi praktik sehari-harinya terkuak adalah dokter aborsi.

Investigasi Media Bali di lapangan, rumah tersangka Arik dengan cat tembok warna putih, lengkap dengan sanggah bertingkat, dan ada dua kamera CCTV yang dipasang menghadap ke Timur dan Selatan.

Warga sekitar rata-rata tidak mengenal dekat dokter Arik. Bahkan, dia hanya tampak berkunjung setiap sore ke rumah yang diduga dipakainya untuk praktik aborsi, sedangkan pada hari libur rumah tersebut tampak sepi dan tidak dikunjungi. 

"Saya lihat ini seperti rumah biasa. Tidak ada isi plang kalau di rumah tersebut ada praktik dokternya. Kalau sore baru saya lihat bapaknya (tersangka Arik). Sama warga di sini kurang komunikasinya," ujar Suryani warga yang rumahnya hanya berjarak 100 meter dari rumah praktik tersangka Arik, Selasa (16/5/2023).

Ditambahkan Suryani, diduga tersangka Arik hanya terlihat sore hari saat menjelang menerima praktik pasiennya. 

"Kalau orang-orang ramai datang untuk berobat saja jarang lihat, saya lebih sering di dalam rumah. Bapaknya (tersangka Arik) juga jarang ngobrol sama tetangga sekitar. Di rumah itu, juga ada yang tinggal untuk bersih-bersih rumah," katanya.

Tersangka Arik kepada Tim Subdit V Siber Direktorat Kriminal Khusus (Dit. Reskrimsus) Polda Bali, menyatakan secara terbuka mematok harga sebesar Rp3,8 Juta dalam sekali proses aborsi. Rata-rata pasiennya dari kalangan remaja, anak SMA, kuliah, bahkan sudah menikah karena kebobolan mereka terpaksa mengugurkan kandungannya.

"Kenapa baru diungkap setelah ribuan orok atau janin dibunuh secara paksa? Apakah selama ini tidak ada pengawasan, apakah selama ini tetangga di kanan kiri diam saja? Saya mendorong penyidik Polda Bali dan jajarannya, jangan berhenti sampai di dokter Arik ini saja. Tarik dan bongkar seluruh mata rantai dari awalnya. Sebab, seorang dokter gigi bukan dokter Obgyn (Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi-red) tidak memiliki ilmu tentang kandungan, apalagi sampai mengugurkan kandungan. Suruh Arik buka mulut, dokter siapa saja yang melakukan praktik aborsi, di luar kewenangannya sebagai dokter kandungan yang berwenang melakukan aborsi," tegas praktisi hukum dan pemerhati anak Siti Sapurah, SH., alias Ipung, ditemui terpisah di kantornya.

Melalui status tersangka Arik yang merupakan residivis. Dia Pertama, terlibat kasus aborsi Tahun 2006 dihukum 2,5 Tahun penjara. Kedua, kembali di Tahun 2009 dihukum kasus serupa selama 6 Tahun penjara yang divonis di PN Denpasar. Kemudian di Tahun 2020 dia keluar penjara, lalu berulah lagi di Tahun 2023 melakoni profesi dokter aborsi.

"Jangan hanya menerapkan 1 Pasal, sehingga ancamannya 2,5 - 6 Tahun, sehingga ini tidak akan memberikan efek jera. Jangan hanya menggunakan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 Ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Tetapi, subsiderkan ke UU Perlindungan Anak Pasal 80 Ayat 3 dan juga Pasal 338, Pasal 80, ayat (3) tentang perlindungan anak. Termasuk Pasal 338, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Sebab, Arik membuka praktik ini secara terang-terangan, menyiapkan alat-alatnya, tempat tidur dan lainnya. Itu apakah tidak tergolong berencana ngak? Perlu kita ketahui anak dilindungi oleh Negara, dari 0 hari sampai 18 Tahun," ucapnya.

Kasus dokter Arik, yang membuka praktik aborsi sangat disesali Ipung. Maka itu, ia harap Tim Subdit V Siber Dit. Reskrimsus Polda Bali, dapat membongkar Septic Tank yang diduga tempat membuang orok atau janin dari sumber closet TKP rumah tersangka Arik.

"Tolong bongkar Septic Tank, yang katanya ada darah di situ. Kalau ada potongan tubuh bayi, berarti bukan lagi itu darah. Hal ini harus memakai Pasal 338 atau Pasal 340 KUHP, supaya oknum tidak sembarang melakukan aborsi. Orang melakukan aborsi itu, jika janin itu membahayakan nyawa ibunya atau nyawa si bayi, baru boleh dilakukan aborsi. Nah, kalau dokter Arik ini membahayakan siapa?," bebernya.

Menurut Ipung, tersangka Arik diduga tidak bekerja sendiri. Meski bukan bagian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), tetapi dia diduga menjadi jebolan salah satu Fakultas Kedokteran Universitas Swasta yang ada di Denpasar.

"Tidak mungkin dia punya ilmu sesempurna ini kalau tidak ada yang mengajari dia. Cari mata rantainya, di mana dulu dia awalnya berpraktik? belajar sama siapa? Saya menduga pasti ada dokter asli yang memberikan pelajaran atau ilmu ini (aborsi-red)," tegasnya.

Ipung mengakui siap apabila hendak diminta keterangan oleh aparat kepolisian, khususnya terkait adanya dugaan praktik-praktik ilegal aborsi di Kota Denpasar dan sekitarnya.

"Saya siap beri keterangan, tapi berjanji akan melakukan investigasi  di lembaga itu atau di rumah sakit itu," demikian pungkasnya. 012


TAGS :