Peristiwa

Terdakwa FS Jalani Sidang Perdana Lewat Zoom, Ipung Kehadirannya Dipersoalkan?

 Selasa, 06 Desember 2022 | Dibaca: 476 Pengunjung

Kasus terdakwa FS siswa SMA asal negara Jepang, akhirnya menjalani sidang perdana. Namun FS disidangkan lewat zoom dari Rutan Polresta Denpasar, Selasa (6/12/2022).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Sidang perdana terhadap FS (17) selaku pelajar SMA asal Jepang, yang tega mencabuli adik kelasnya, berlangsung secara tertutup di ruang sidang khusus anak Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Sidang pertama dengan nomor perkara 17/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps, dihadiri jaksa penuntut umum Ni Putu Widyaningsih, SH., MH.

Diungkapkan Praktisi hukum Siti Sapurah, SH., bahwa ia mengapresiasi hakim yang menyidangkan perkara tindakan pencabulan terhadap anak yang sangat tidak dibenarkan dan tergolong atas kejahatan seksual.

Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung, sebelumnya Jumat (2/12) telah mengajukan surat ke PN Denpasar untuk memohon agar sidang perdana terhadap FS ini berlangsung offline.

"Tetapi, hakim memiliki alasan yang saya anggap masuk akal dan dapat saya terima, demi kepentingan terbaik anak, jauh lebih baik lewat zoom. Saya terima alasan itu," ujarnya, Selasa (6/12/2022).

Ia pula mengapresiasi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan sangkakan Pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur dan Pasal 82 tentang perbuatan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

"Tadi (Selasa) dilakukan pembacaan dakwaan terhadap anak pelaku, hadir pula saksi korban, orang tua korban, dan saksi dari mall dimana lokasi tempat peristiwa itu terjadi. Kemudian atas dakwaan JPU, saya apresiasi, karena JPU akan membuktikan ada dugaan kebohongan, adanya bujuk rayu, dan adanya persetubuhan korban di salah satu toilet mall," tegasnya.

Ditinjau atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.

UU Nomor 17 Tahun 2016 berangkat dari Perpu Nomor 1 Tahun 2016, yaitu penetapan perubahan pengganti UU yang khusus mengatur tentang apa yang terdapat atau apa yang diatur dalam Pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur dan Pasal 82 tentang perbuatan pencabulan terhadap anak di bawah umur, yang tergolong kasus kejahatan seksual.

Hal ini telah dicetuskan Presiden RI Joko Widodo di Tahun 2016, bahwa kasus kejahatan seksual terhadap anak sebagai perbuatan kejahatan yang luar biasa yang harus diselesaikan dengan cara-cara luar yang biasa.

"Jadi saya yakin JPU akan membuktikan dan akan terbukti. Meski sempat tersiar pembenar berkembang bahasa sama sama suka. Sebab, suka sama suka bukan alasan pembenar, individu boleh menyetubuhi anak orang tanpa orang itu dinikahi. Ini Indonesia, negara hadir untuk anak-anak Indonesia," paparnya.

Ipung mengingatkan kembali bahwa dalam Pasal 81 ayat (2), yaitu Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Kemudian UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatakan jika anak pelaku di atas 14 Tahun + 1 hari sampai 18 Tahun, harus dilakukan penahanan atau boleh dilakukan penahanan badan.

"Jelas tidak ada alasan pembenar, suka sama suka atau tidak ada paksaan. Jadi ada bujuk rayu, tipu muslihat di sini dan kedepannya akan dibuktikan oleh JPU," ucapnya.

Ipung mengatakan dalam sidang pertama, penasehat hukum dari terdakwa FS, diakuinya merasa keberatan atas kehadiran Ipung di ruang sidang.

"Mereka katanya merasa terganggu dengan hadirnya saya. Saya hanya ingin memberi edukasi kepada anak-anak Indonesia dan pengacara advokasi, kita dilindungi Undang-undang. Bahkan, baik anak pelaku atau anak korban sama-sama mendapat hak menunjuk kuasa hukum/advokat. Lalu bagaimana ceritanya seorang pengacara menunjuk saya dan mengatakan dia keberatan atas kehadiran kuasa hukum korban di ruang sidang, dengan alasan JPU-lah yang akan menggantikan kuasa hukum korban? Nah, itu apa loh maksudnya? Tolong belajar lagi tentang UU Advokat," tegasnya lagi.

JPU Ni Putu Widyaningsih dikonfirmasi terpisah Media Bali, usai sidang melalui WhatsApp-nya menekankan sidang perkara terhadap terdakwa FS di PN Denpasar menjadi wewenang Kasi Intel Humas PN Denpasar untuk memberikan penerangan hukum dan juru bicara kejaksaan.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Denpasar Putu Eka Suyantha, SH., MH., membalas secara lugas saat dikonfirmasi melalui WhatsApp-nya.

"Sidang perkara tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh pelajar asal Jepang, inisial FS, dikarenakan berkaitan dengan anak, maka sidang digelar secara daring dan tertutup untuk umum," tegasnya.

Ia memaparkan adapun agenda, Selasa (6/12) adalah mengenai Pembacaan Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, yang langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi korban dan keluarga korban, karena penasihat hukum yang mendampingi FS tidak mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

"Dalam dakwaannya, JPU memasang dakwaan alternatif kepada FS. Dakwaan Pertama, perbuatan FS diancam pidana dalam Pasal 81 Ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi UU. Atau Kedua, Pasal 82 Ayat (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi UU Jo Pasal 76 E UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. Persidangan selanjutnya diagendakan untuk pemeriksaan saksi dari Samasta dan Ahli," demikian tutupnya. 012


TAGS :