Peristiwa

Tersangka IWA Terlibat Penggelapan Pajak, Diserahkan Kanwil DJP Bali ke Kejari Tabanan

 Selasa, 08 Agustus 2023 | Dibaca: 384 Pengunjung

Keberadaan atas tersangka IWA (49) selaku penanggung jawab dalam CV NKM, sudah resmi diserahkan Kanwil DJP Bali ke Kantor Kejari Tabanan, Selasa (8/8/2023).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Tersangka inisial IWA (49) sebagai penanggung jawab dalam CV NKM, diduga bergerak dalam bidang usaha jasa konstruksi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tabanan. Kini status tersangka IWA dan barang bukti penggelapan pajak yang dimiliki, telah diserahkan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali ke Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan di Jalan Sudirman No. 5, Dajan Peken, Kec./Kab. Tabanan, Selasa (8/8) kemarin.

Melalui penyerahan terkait dilakukan usai seluruh berkas-berkas perkara sudah dinyatakan lengkap pada 10 Juli 2023 lalu.

Dipaparkan Kepala Kanwil DJP Bali Nurbaeti Munawaroh bahwa tersangka IWA adalah penanggung jawab pada CV NKM yang bergerak dalam bidang usaha jasa konstruksi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tabanan.

Tersangka IWA konon melalui CV NKM diduga kuat telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, yaitu dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan atau dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipotong atau dipungut pada kurun waktu 1 Januari 2018 sampai dengan 31 Desember 2018, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP).

“Maka melalui tindakan yang dilakukan oleh tersangka IWA, menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya Rp180.438.137,00,” terang Nurbaeti Munawaroh.

Lebih lanjut, atas perbuatan yang dilakukan IWA pun terancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Kemudian, dengan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Berikutnya pula, mengenai kepentingan penerimaan negara sesuai Pasal 44B (1) UU KUP, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan.

Mengenai penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana dimaksud di atas hanya dilakukan apabila IWA melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

“Maka di dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, pihak Direktorat Jenderal Pajak selalu mengedepankan asas ultimum remedium, yakni hukum pidana akan dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum,” bebernya tegas.

Kanwil DJP Bali sebelumnya melalui KPP Pratama Tabanan telah menyampaikan himbauan pada IWA terkait pelaporan kewajiban perpajakannya. Kemudian eskalasi berlanjut ke proses pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan), IWA juga telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (3) UU KUP, namun sampai dengan dilakukan proses penyidikan serta pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti (P-22) IWA tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

Diungkapkan Kepala Kanwil DJP Bali Nurbaeti Munawaroh bahwa dirinya mengucapkan terima kasih terhadap Kepala Polda Bali selaku Pembina Korwas PPNS beserta jajaran, Kepala Kejaksaan Tinggi Balinbeserta jajaran, Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali beserta jajaran, serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya tugas penegakan hukum pajak di wilayah kerja Kanwil DJP Bali, dan seluruh PPNS yang telah bekerja secara profesional dan bersinergi.

“Saya berharap dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar (deterrent effect) terhadap Wajib Pajak lainnya agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkasnya. 012


TAGS :