Peristiwa

Spanduk Liar Kritik MDA, Bandesa Adat Duda Nilai Pemasang Spanduk Sebagai Pengecut

 Rabu, 20 Juli 2022 | Dibaca: 462 Pengunjung

Spanduk kritik ke Majelis Desa Adat (MDA) beredar di beberapa titik jalan di Denpasar, mendapat tanggapan dari Bandesa Adat Duda Kec. Selat, Karangasem I Komang Sujana, Rabu (20/7/2022).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Spanduk kritikan terhadap Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali beredar di beberapa titik, salah satunya di depan Kantor Gubernur Bali, Renon, Denpasar, dengan berukuran 1 meter x 2 meter.

Spanduk berlatar warna putih dimaksud tampaknya terpasang, Selasa (19/7/2022) lalu, dengan berisi tulisan ‘WARGA GERAM. Permasalahan Adat Tidak Kunjung Selesai Malah Bertambah. Tugas dan tanggungjawab MDA dimana woiii!!! Apa Fungsi MDA, Untuk Tunggangan Politik…?’. 

Spanduk tanpa logo dan siapa yang memasang pun serupa terpasang di areal Bundaran Renon, termasuk di Jalan Dewi Sartika depan Mall Robinson, Denbar. Dampaknya banyak warga membaca sehingga komponen terkait MDA, akhirnya turut bersuara menyikapi pemasangan spanduk yang bernuansa provokasi ini. 

Bandesa Adat Duda, Karangasem, I Komang Sujana menilai spanduk liar yang mempertanyakan fungsi MDA, dianggapnya membuat desa adat dan bandesa adat menjadi lebih solid bersama MDA.

“Diksi yang digunakan, menunjukkan bahwa pemasangan spanduk ini bukan spontanitas, tetapi terencana. Orangnya itu-itu saja, pasalnya sebelum ini juga ada berita pemasangan spanduk yang menyudutkan MDA di depan kantor Gubernur Bali,” kata Jro Komang Sujana, sekaligus Bandesa Adat Duda Kecamatan Selat, Karangasem, yang dikenal merakyat dan tegas ini, Rabu (20/7/2022).

Baginya, pihak yang memasang spanduk dinilai pengecut dan tidak mungkin dilakukan oleh Krama Desa Adat, yang menjunjung tinggi konsep menyama braya, gilik seguluk, dan pageh tekening dresta Bali.

Ia menilai bahwa kalimat provokatif jelas dalam spanduk dimaksud, dengan diksi ‘warga’ bukan ‘krama’, seperti hal yang sering digunakan oleh krama desa adat. 

Dilanjutkan Jro Komang bahwa MDA sangat memberi sumbangsih besar untuk berbagai pemecahan permasalahan adat yang dihadapi di desa adat. Saat ini pula, meski telah ada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, tetapi tidak semua bisa memahami dengan utuh dan menafsirkan secara tepat, disinilah peran MDA yang selalu membimbing dan mengayomi Desa Adat.

Dimana atas warisan ketidakjelasan masa lalu, membuat Bandesa Adat cukup sulit dalam beradaptasi dan memahami, fungsi dan kedudukan pasca terbitnya Perda Nomor 4 Tahun 2019. “Maka disini pula MDA-lah yang berperan untuk mendampingi dan memberikan tafsir-tafsir yang benar terhadap fungsi dan kedudukan Desa Adat,” ucapnya.

Menyimak kritikan atas permasalahan desa adat, Jro Komang tidak menampik apabila timbulnya masalah sangat wajar. Sebab dengan Desa Adat dengan jumlah 1.493 di Bali, tentu saja besar kemungkinan akan muncul berbagai permasalahan baik di tingkatan keluarga, dadia, pasemetonan, banjar adat, hingga desa adat.

“Ya terkait masalah itu kan disadari dan diduga muncul oleh pihak-pihak yang bermasalah, kok ini malah MDA yang disalahkan,” paparnya.

Namun MDA tetap akan terbuka dan menerima siapa saja yang hendak berkunjung dan berdiskusi ke MDA ke depannya.

“Apabila benar adalah Krama Bali sejati dan punya nyali, maka datanglah, jangan koar-koar dan pasang spanduk liar, memalukan. Ini bukan karakter kita sebagai orang Bali, jangan mempermalukan leluhurmu dengan menjadi pengecut,” tandasnya.

Sementara itu, Kasi Humas Polresta Denpasar Iptu Ketut Sukadi, yang dikonfirmasi awak media mengatakan belum mengetahui dan belum menerima laporan atas spanduk kritik terhadap MDA tersebut. “Ya belum terima, saya cek dulu ya. Kalau ada laporan pasti ditindaklanjuti,” tutupnya. 012


TAGS :