Peristiwa

Selebaran Catatan Klarifikasi Data Diterima Ipung, Tim Pembuatan Jalan Swadaya Tidak Tahu Proses Pembebasan Tanah Objek Sengketa 

 Jumat, 02 September 2022 | Dibaca: 416 Pengunjung

Selebaran catatan klarifikasi data diterima Advokat Siti Sapurah alias Ipung, terkait persoalan tanah miliknya, Jumat (2/9/2022).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung memperoleh catatan klarifikasi data menyangkut persoalan tanah miliknya di Pulau Serangan, Denpasar Selatan (Densel).

Didalam lembaran catatan klarifikasi yang ditandatangani Perwakilan Desa Adat Serangan I Nyoman Kemuantara, SE., Notulis Luh Putu Happy Ekasari, SH., MH., Ni Wayan Ari Susanti, beserta ditandatangani Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Binanga Simangunsong, SH.

Tertuang pada Kamis, 1 September 2022 telah datang memenuhi undangan klarifikasi data saudara I Nyoman Kemuantara yang bertindak selaku Perwakilan Desa Adat Serangan, sesuai surat undangan klarifikasi data tanggal 30 Agustus 2022 terkait klarifikasi data proses pembebasan tanah untuk jalan yang terletak di Kelurahan Serangan, yang saat ini telah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Bali Turtle Island Development (PT BTID), yaitu HGB Nomor 81, HGB Nomor 82, dan HGB Nomor 83 Desa Serangan dan juga terkait dengan objek tanah sengketa sesuai keberatan yang diajukan oleh saudara Siti Sapurah (Ipung).

"Bahwa terkait dengan tanah objek sengketa tidak diketahui proses pembebasan tanahnya yang dilakukan oleh Tim Pembuatan Jalan Swadaya dan arsipnya pun tidak ditemukan," terang keterangan atau penjelasan pada point 1.

Lebih lanjut, keterangan atau penjelasan di catatan klarifikasi data dalam point ke-2 disampaikan terkait dokumen. "Bahwa melihat dari dokumen yang ada antara lain, Pipil, Peta Desa, Peta Kehutanan, dan Putusan Pengadilan, beralasan keberatan yang diajukan oleh Siti Sapurah," tertulis di point ke-2.

Hasil klarifikasi data dari Bendesa Adat Serangan untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Jumat (2/9/2022) malam bahwa Ipung tetap akan melakukan tindakan lebih lanjut kedepannya.

"Jadi saya menunggu BPN menekan PT BTID, untuk membayar kompensasi, kalau enggak kami akan gugat dan menutup jalan," tegas Ipung. 

Sebelumnya diketahui pula, Ipung juga memperoleh Surat Nomor 180/530/HK dari Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara, point 1. Berdasarkan informasi dari Kantor Pertanahan Kota Denpasar pada rapat koordinasi di Kantor Walikota Denpasar tanggal 24 Juni 2022 dan Aplikasi Sentuh Tanahku Badan Pertanahan Nasional, Jalan Tukad Punggawa berdiri diatas Hak Guna Bangunan Induk Nomor 41 Tahun 1993 HGB Nomor 81, Nomor 82, dan Nomor 83) atas nama PT BTID; 

Point 2. Dalam rangka pelestarian dan pengembangan pariwisata di Kawasan Pulau Serangan sesuai perjanjian antara PT BTID dengan Masyarakat Kelurahan Serangan Nomor 046/BTID-MoU/1998, bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mengatur tentang fasilitas jalan lingkar di Kelurahan Serangan.

Masyarakat Serangan bagi Ipung adalah saudaranya, jalan hukum akan dipilih agar masyarakat tidak susah atau terganggu. Dimana proses hukum ke pengadilan dilakukan untuk mengambil tanah ini secara sah sesuai hukum berlaku.

“Gugatan PN Denpasar mungkin PT BTID yang Pertama, dan Kedua Desa Adat, Bapak I Made Sedana, karena dia mengajukan hotmix tanah saya pada Tahun 2016, dan Ketiga turut tergugat BPN Kota Denpasar, karena dia mengeluarkan produk HGB 81, 82, dan 83,” katanya.

Bahkan, pada Jumat, 29 Juli 2022 Ipung sempat pula diundang BPN Denpasar secara resmi perihal mengklarifikasi data-data atas tanahnya.

“Saya bawa semua dokumen, 15 putusan asli Tahun 1974 sampai dengan Tahun 2020, 15 putusan ini mengatakan tanah ini milik Daeng Abdul Kadir atau ahli warisnya. Saya juga bawakan pipil fotocopy yang 1 Hektar 12 Are dan pajak 2 hektar 14 are, termasuk saya bawa foto peta gambar tanah saya kepada BPN Denpasar,” ucapnya.

Dicermati berdasarkan logika hukum, tentu saja sertifikat HGB tidak bisa memiliki tanah seumur hidup, dimana tidak ada bedanya dengan kontrak sewa.

“Pertanyaan saya sekarang, bagaimana tanah ini bisa di HGB-kan? Padahal Tahun 1993 PT BTID belum melakukan reklamasi Pulau Serangan. Bahwa HGB 81, 82, 83 baru saya ketahui setelah Walikota menjawab surat keberatan saya yang tanggal 17 Mei 2022 dan pada 27 Juni 2022 baru Pak Walikota menjawab tanah ini bukan berdasarkan SK Walikota Tahun 2014, tetapi mengatakan tanah ini adalah HGB BTID Nomor 81, 82, dan 83. Akhirnya saya mengajukan keberatan ke BPN. Keberatan saya ke BPN adanya HGB 81, 82, dan 83 di atas tanah saya,” ungkapnya.
 
Maka segera setelah BPN melihat dokumen-dokumen tanah milik Ipung memang sah dan memang dia selaku pemilik secara dokumen, BPN menyatakan dan memberikan informasi yang selama ini Ipung tidak ketahui, faktanya HGB 81, 82, dan 83 yang atas nama BTID adalah pecahan dari HGB nomor 4 yang diterbitkan pada Juni 1993 dan akan berakhir 30 tahun ke depan, atau di bulan Juni 2023 ini.
 
“Lalu mengapa dijadikan HGB 81, 82, dan 83? Untuk mengaburkan HGB Nomor 4, akhirnya di Tahun 2016 dan 2017, BTID pernah mengatakan ada tanah eksekusi berdasarkan SK MLH Tahun 2015, maka itu Tahun 2016 dan 2017, HGB Nomor 4 yang awalnya diterbitkan Juni 1993 dipecah untuk menutupi HGB Nomor 4. Nah sekarang siapa yang berbohong?,” tanya Ipung. 012


TAGS :