Peristiwa

Relawan Jaya-Wibaya Harap Pemerintah Kaji Ulang Soal Lokasi Terminal LNG

 Sabtu, 09 Juli 2022 | Dibaca: 434 Pengunjung

Dok Foto Walhi Bali: Salah satu wujud penolakan warga Desa Intaran, Sanur, Densel, menyikapi atas lokasi terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di areal mangrove, Sabtu (5/6/2022).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Relawan Jaya-Wibawa dalam komponen I Gusti Ngurah Jaya Negara, SE., dan Kadek Agus Arya Wibawa, SE., MM., selaku Walikota dan Wakil Walikota Denpasar periode 2021-2025, mengingatkan dan berharap pemerintah mengkaji kebijakan dan lokasi terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan (Densel). 

Ketua Relawan Jaya-Wibawa, Nyoman Arta Wirawan, S.Pt., menekankan supaya Pemda Bali dan Pemkot Denpasar, sama-sama mengkaji atas kebijakan rencana RTRW Provinsi Bali 2022-2024 perihal lokasi terminal LNG di areal kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai.

Sebab beberapa pekan terakhir telah terjadi penolakan di masyarakat, seperti Yowana Desa Adat Intaran, Sabtu (5/6/2022) lalu dengan memasang baliho-baliho penolakan di tiga titik, yaitu dua di Jalan Danau Poso dan satu di seputaran jalan By. Pass Ngurah Rai.  

Data dihimpun dari Walhi Bali, faktanya masyarakat Desa Intaran bukan menolak pembangunan LNG atau gas alam cair, tetapi menolak tempat pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove. Hal ini diduga menimbulkan kerusakan alam dan dampak buruk bagi masyarakat beserta lingkungan Desa Adat Intaran. 

“Perlu dilakukan pengkajian kembali oleh pemerintah, baik itu kelayakan teknisnya dan lingkungan supaya dapat sesuai Peraturan Perundang-undangan, dimana lokasi terminal LNG didominasi dengan metana dan etana tersebut jangan sampai merugikan masyarakat serta pemerintah,” katanya Arta Wirawan, Sabtu (9/7/2022). 

Perlu pula dicermati bahwa revisi Perda RTRWP Bali oleh DPRD Bali, seharusnya tidak digunakan untuk melegalisasi proyek pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove, sebab Terminal LNG tidak diatur dalam Perda RTRWP Bali Nomor 3 Tahun 2020. 

“Terminal LNG di lahan mangrove, kami berharap dan meminta pemerintah mengikuti aturan dan sesuai RTRW,” tegasnya. 

Sebelumnya, Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata, S.Pd., menerangkan dalam persoalan LNG. Dia menilai tapak project rencana pembangunan Terminal LNG terdapat di vegetasi yang padat. “Bahkan pohon mangrove yang akan terancam ketinggiannya mencapai 5-10 meter,” ucap Krisna.

Bagi Krisna, proyek Terminal LNG diduga sangat merusak apabila dibangun di Kawasan Mangrove. Konon dalam pembangunan terminal juga melakukan pengerukan alur pada rencana proyek dimaksud.

Selanjutnya, luasan perairan Selat Badung, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengerukan alur laut Proyek Terminal LNG seluas 84,36 Hektar, pun juga akan mengenai peta area indikatif terumbu karang yang ada pada RZWP3K. Area terumbu karang yang terkena pengerukan alur laut proyek Terminal LNG sebesar kurang lebih 5 hektar lebih, berdasarkan overlay pada peta area indikatif terumbu karang RZWP3K. 

“Hutan mangrove terancam terus menyusut dan ekosistem pesisirnya terancam, baik terumbu karang dan biota lainnya. Termasuk ada potensi mengancam kelestarian tempat suci,” tandas Krisna Walhi Bali. 

SOAL ALIH FUNGSI LAHAN
Pengamatan lain di lapangan diduga terkait dugaan alih fungsi lahan, tampaknya kasus ini belum serius diamati Pemerintah Kota Denpasar. Maka dari itu, Ketua Relawan Jaya-Wibawa, Nyoman Arta Wirawan, S.Pt., menilai perlu dilakukan pemantauan ke lapangan oleh pemerintah terkait.

Diduga pula, jalur-jalur hijau di areal Gang Mertasari Jalan Gutiswa Denpasar Utara,  areal di Peguyangan, Cekomaria, dan sekitarnya mengalami peningkatkan kaplingan tanah untuk pembangunan perumahan, sayangnya pembangunannya disinyalir belum sepenuhnya mematuhi aturan jalur hijau.

“Kami juga meminta Pemkot Denpasar menindak tegas alih fungsi lahan di seputar jalur hijau, terutama pengkaplingan di daerah Mertasari,” terangnya. 012


TAGS :