Ajeg Bali

Ogoh-ogoh Tidak Dilarang, Pelaksanaannya di Klungkung akan  Diatur

 Rabu, 17 Januari 2024 | Dibaca: 846 Pengunjung

www.mediabali.id, Klungkung. 

Umat Hindu di Bali akan menyelenggarakan Hari Raya Nyepi pada 11 Maret 2024. Perayaan Nyepi kali ini berdekatan dengan serangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan tepatnya bertepatan dengan Paing Kuningan. Perayaan Nyepi ini selalu diikuti dengan melaksanakan Pengerupukan yang dimeriahkan dengan arak-arakan ogoh-ogoh.

Pada hari Nyepi Tahun Saka 1946 dipastikan arak-arakan ogoh-ogoh tidak dilarang alias tetap diselenggarakan. Meski begitu pelaksanaan arak-arakan akan diatur dengan sejumlah persyaratan. Hal ini dilakukan demi mencegah terjadinya hal-hal yang negatif selama tahun politik ini.

Ketua MDA Kabupaten Klungkung I Dewa Made Tirta mengungkapkan Majelis Desa Adat Klungkung akan mengambil jalan tengah untuk pelaksanaan arak-arakan ogoh-ogoh. Dalam hal ini pihaknya memastikan pengarakan ogoh-ogoh saat malam pengerupukan bisa terselenggara. Namun dalam penerapannya tetap ada aturan yang berlaku.

Dewa Tirta mengungkapkan untuk menyepakati pelaksanaan arak-arakan ogoh-ogoh seluruh Bendesa Adat di Klungkung yang berjumlah 125 desa adat akan dikumpulkan Sabtu (20/1) di Wantilan SMA Negeri 2 Semarapura. Dari paruman tersebut akan disepakati apa-apa saja aturan yang harus dilaksanakan dalam arak-arakan ogoh-ogoh.

Hal ini sangat penting mengingat arak-arakan ogoh-ogoh dilakukan di tahun politik. Apalagi pelaksanaan Nyepi berdekatan dengan perayaan Galungan dan Kuningan. "Kita berusaha jangan gara gara ada ogoh ogoh menjadi terjadi gesekan yang menimbulkan hal-hal negatif sehingga menodai pelaksanaan Hari Raya Nyepi," ungkap Dewa Tirta, Kamis 18 Januari 2024.

Putusan paruman tersebut nantinya akan diterapkan hanya di wilayah Kabupaten Klungkung saja sehingga tidak menutup kemungkinan berbeda dengan kabupaten lain. Dewa Tirta mengaku akan terbuka dalam menerima masukan desa adat terkait  pengarakan ogoh-ogoh ini sehingga jika terjadi perbedaan situasi dan aturan di masing-masing desa adat tetap bisa dicarikan jalan tengah.

Dewa Tirta mengaku melakukan paruman sebelum mengambil keputusan pelaksanaan arak-arakan ogoj-ogoh sebagai upaya untuk menampung aspirasi seluruh bendesa adat. Menurut Dewa Tirta, bendesa adat lah yang lebih tau kondisi dan situasi di desanya sehingga bendesa adat bisa mengetahui langkah-langkah yang harus diambil.

"Yang jelas keputusan yang mengenakan di suatu desa adat. Mencari jalan tengah, yang pasti tidak ada pelarangan yang ada hanya terkait aturan-aturan," pungkasnya. 007

 


TAGS :