Politik

Kebijakan Anti Korupsi Disusun, Diharapkan Negara-negara G20 Terbuka dan Partisipatif  

 Jumat, 08 Juli 2022 | Dibaca: 513 Pengunjung

Negara-negara anggota G20 untuk Kelompok Anti Korupsi membahas paket kebijakan anti korupsi, mulai 4 s.d. 8 Juli di Nusa Dua, Badung.

www.mediabali.id, Badung. 
Sejumlah pertemuan antar Negara-negara anggota G20 untuk Kelompok Anti Korupsi, digelar mulai 4 s.d. 8 Juli 2022 di Nusa Dua, Badung. Melalui pertemuan tersebut, kelompok keterlibatan masyarakat sipil atau C20 menyampaikan pesannya atas pentingnya peranan para kelompok dalam penyusunan paket kebijakan terkait anti korupsi.
 
Dadang Trisasongko selaku Koordinator Nasional Kelompok Kerja Masyarakat Sipil untuk Antikorupsi mengatakan melalui pelibatan berbagai kelompok kepentingan di dalam menyusun dan menetapkan paket kebijakan anti korupsi oleh Negara-negara G20 merupakan keharusan dan memiliki dampak secara luas.
 
"Engagement Group mempunyai isu yang sama dengan negara-negara anggota untuk melawan korupsi secara konsisten. Terlebih, negara-negara G20 berkomitmen untuk melawan korupsi, sehingga partisipasi masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mengawasi implementasi komitmen terkait anti korupsi,” ucapnya, Kamis (7/7/2022).
Ditambahkan Aryanto Nugroho (Co-Chair C20) dari Publish What You Pay Indonesia, bahwa C20 telah mengingatkan delegasi G20 apabila hal mendasar yang harus menjadi perhatian tidak hanya menghasilkan dokumen semata. “Tetapi mampu memastikan pelaksanaan hasil, seperti laporan akuntabilitas,” imbuhnya.
Siti Juliantari Rachman dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menerangkan dia memberi catatan salah satu sektor yang rentan korupsi adalah pengadaan barang dan jasa. Akan tetapi, banyak pula informasi yang belum dimasukan, karena itu dia merekomendasikan audit untuk investigasi, meningkatkan kapasitas auditor, dan meningkatkan partisipasi publik dan masyarakat bisnis. “Jadi untuk mendeteksi potensi kecurangan dan mendorong institusi keuangan untuk mendukung transparansi,” terangnya.
 
Secara paralel, masyarakat sipil mengajukan beberapa isu, yaitu: 1. Tindakan Anti Pencucian Uang dan Pengembalian Aset; Presidensi G20 Indonesia memprioritaskan isu anti pencucian uang dan pengembalian aset, khususnya peran profesi hukum untuk memberantas korupsi. Oleh karena itu, ACWG C20 mendorong kompendium ACWG G20 untuk mengawasi, mengkaji kembali aturan, serta praktek baik isu ini di antara negara anggota G20. Lebih lanjut, ACWG C20 merekomendasikan negara G20 untuk memastikan aturan, penegakan hukum, dan pengawasan tindak pencucian uang dan aliran keuangan gelap, aturan pembekuan dan pengembalian aset, transparansi data pengelola, pemilik saham perusahaan, dan pemilik manfaat akhir (Ultimate Beneficial Owner) serta profesional enabler untuk mencegah aliran keuangan gelap dan pendirian perusahaan cangkang.

2. Transparansi Pemilik Manfaat; Meningkatkan transparansi pemilik manfaat (beneficial ownership transparency) korporasi dan perikatan hukum lainnya (legal arrangements) sangat penting untuk melindungi integritas dan transparansi sistem keuangan global dan G20 sudah berkomitmen untuk mendorong isu ini dalam G20 High-level Principles. ACWG C20 merekomendasikan: 1) Pengungkapan data pemilik manfaat (beneficial owner) lewat sistem administrasi terpusat (centralized public registry) yang dapat diakses oleh publik tanpa biaya; 2) Regulasi mengenai pemilik manfaat turut mengatur kewajiban individu yang terlibat dalam pembentukan dan pengelolaan perikatan hukum seperti trusts; 3) Penerapan proses verifikasi data pemilik manfaat akhir; 4) Mengadopsi standar internasional mengenai pengelolaan data pemilik manfaat (beneficial owner) yang memfasilitasi proses pertukaran dan interoperabilitas data antar negara, misalkan Beneficial Ownership Data Standard; 5) Berkomitmen untuk mendorong aturan transparansi yang lebih ketat untuk BUMN, yaitu mewajibkan penyedia barang dan jasa untuk melaporkan pemilik manfaat akhirnya; 6) Menentukan definisi pemilik manfaat akhir yang lebih kuat dan tidak terpaku pada ambang batas kepemilikan saham 25% ; dan 7) penegakan sanksi bagi korporasi yang tidak melaporkan pemilik manfaat akhir.

3. Melawan Korupsi dalam Transisi Energi; Presidensi G20 Indonesia telah menetapkan transisi energi berkelanjutan. ACWG C20 merekomendasikan G20 untuk: 1) memastikan adanya praktik baik dari sektor infrastruktur dan ekstraktif dalam energi terbarukan; 2) Memperkuat usaha anti korupsi yang sudah dijalankan termasuk transparansi pemilik manfaat, deklarasi kekayaan dan kepentingan pejabat publik, dan keterbukaan kontrak dan perizinan ekstraktif; 3) Memperkuat penegakan hukum dalam pertambangan mineral dan energi terbarukan; 4) Meregulasi aktivitas lobi untuk mencegah keputusan pembangunan infrastruktur energi terbarukan yang hanya menguntungkan suatu kelompok atau individu; 5) Menegakkan sanksi yang kuat dan kredibel; 6) Memastikan tata kelola yang baik dalam proyek dan pembiayaan iklim untuk mendukung energi terbarukan; dan 7) Membangun saluran masukan yang efektif, konstruktif, dan terbuka untuk semua pemangku kepentingan, khususnya warga terdampak proyek.

4. Keterbukaan Kontrak Pengadaan Publik; Rencana Aksi Anti Korupsi G20 2022-2024 mendorong pemerintah G20 untuk meningkatkan inklusifitas, keterbukaan dan persaingan usaha sehat dalam pengadaan barang dan jasa publik. ACWG C20 memberi rekomendasi: 1) Memperkuat peran institusi audit untuk menginvestigasi dan melaporkan korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa; 2) Membangun kapasitas auditor pemerintah dan badan pengawas atau penegakan terkait; 3) Meningkatkan partisipasi publik dan pendidikan isu anti-korupsi, terutama pengadaan barang dan jasa; 4) Memperkuat infrastruktur keterbukaan data dengan cara membuka data dari semua siklus pengadaan barang dan jasa; 5) Mengimplementasikan metodologi pendeteksian dini korupsi dalam pengadaan barang dan jasa; 6) Mendorong institusi keuangan internasional dan bank pembangunan multilateral untuk mendukung transparansi pengadaan barang dan jasa secara keseluruhan.

5. Transparansi dan Integritas Korporasi; High Level Principles G20 mendorong sektor swasta harus membangun dan mengembangkan pengawasan internal yang efektif. ACWG C20 merekomendasikan; 1) Negara-negara anggota G20 untuk mengacu pada Konvensi Anti-Suap OECD dan meregulasi korupsi sektor swasta sejalan dengan UNCAC; 2) Memastikan aturan perusahaan yang mengatur terkait praktik revolving door (cooling-off period - masa moratorium bagi pejabat publik); 3) Mendorong korporasi untuk melakukan investigasi, mitigasi, dan melaporkan risiko korupsi dan kasus korupsi di sepanjang rantai nilai; 4) Pertukaran informasi dalam skema public-private partnership (PPP) untuk memberantas tindakan kejahatan keuangan; 5) Pelaporan pemilik manfaat akhir (beneficial owner) korporasi untuk mencegah korupsi; 6) serta Transparansi terkait aturan pengadaan barang dan jasa di sektor swasta. 012/rls


TAGS :