Peristiwa

Gugatan Advokat Ipung ke PT BTID, Dua Warga Serangan Beri Kesaksian Objek Sengketa

 Senin, 22 April 2024 | Dibaca: 193 Pengunjung

Suasana sidang di PN Denpasar dihadiri penggugat Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung dan dua saksi warga asli Serangan, Senin (22/4/2024).

www.mediabali.id, Denpasar. 

Advokat Siti Sapurah, SH., selaku penggugat terhadap tergugat PT Bali Turtle Island Development (BTID) menjalani sidang perkara 1161 di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (22/4/2024) Pukul 11.59 Wita.

Strategi penggugat Siti Sapurah, SH., alias Ipung, telah mempersiapkan empat saksi warga Serangan, tetapi dalam sidang kali ini hanya dua orang dahulu yang dihadirkan di hadapan Hakim Ketua Gede Putra Astawa, SH., MH., yakni saksi: Made Subamia (66) dan Ketut Suardana (59).

Ipung dan kuasa hukumnya juga mempersiapkan Peta Okupasi yang dibuat PT BTID pada Tahun 2018 dalam kasus Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas akses jalan di lingkar timur Pulau Serangan, Denpasar Selatan.

"Kami tadi hanya ingin saksi mempertegas objek sengketa yang sekarang dijadikan akses jalan dan juga di Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah bagian dari Pipil 186 Persil Nomor 15c, yang luasnya 1 Hektar 12 Are. Kedua saksi adalah warga Serangan, mereka tahu ke mana tanahnya Daeng Abdul Kadir, dan mana tambak milik Haji Moh. Anwar. Saksi-saksi ini juga bagian dari korban, yang tanahnya juga di SHGB oleh PT BTID," ujar Ipung.

Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) ditanggapi Ipung ke depan sangat baik, di sini Hakim Ketua bersama penggugat dan tergugat akan melihat langsung objek sengketa.

"Saya senang, kalau dilakukan PS ya tentu supaya jelas. Supaya hakim juga paham, mana sih tanahnya Daeng Abdul Kadir, mana sih lokasi laut dan tambak yang menjadi SHM 26 yang selama ini diklaim oleh PT BTID, bahwa jalan terkait adalah pemekaran dari SHGB 41 yang merupakan jual beli dari SHM 26 Tahun 1993. Nah, SHM-nya itu loh yang dimekarkan, masak sih ada tambak belok sampai ke atas. Sedangkan, aaksi kami tegas mengatakan tambak kami ada di Selatan, sebelum tambak ada manggrove dan laut," bebernya.

Ipung berharap warga Serangan untuk tidak diam terhadap tanahnya yang dicaplok PT BTID. "Saya ingin membuat warga di Pulau Serangan tolong jangan takut. Pulau Serangan ini bukan daerah jajahan. Saya juga miris ya, karena warga masih ada tidak bisa berbuat apa terhadap hewan peliharaan mereka yang masuk kawasan dan tidak bisa dikembalikan lagi. Ada 200 hewan sapi dan kambing di kawasan yang dikandangi, bahkan sekarang dipelihara satu orang yang tadinya mau menjadi pengugat intervensi, urung dia karena diintimidasikan menjadi pegawai PT BTID untuk memberikan makan sapi dan kambing, dia diberi 2 ekor sapi dan digaji Rp6 Juta, padahal itu sapi dari milik warga. Sapi dan kambing yang masuk kawasan BTID langsung menjadi hak milik. Ayo dong saudaraku bangun," tegasnya.

Sementara itu, saksi 1 Made Subamia mengatakan memberikan kesaksian letak tambak dan jalan yang menjadi persoalan.

"Memang dulunya itu kan tanah milik Maesaroh, di sampingnya ada laut dan tambak. Diduga tanahnya kurang dibikin jalan oleh PT BTID, ditimbun-timbun PT BTID, yang dibawahnya memang dia yang punya (Maesaroh)," ucapnya. "Tidak saja Ipung, tanah saya 7 Are juga dikuasai PT BTID dan dijual (Pak Johan-red), lalu di HGB-kan, kan saya ngak bisa ambil. Sekarang saya tuntut juga. Johan menjual ke PT BTID, lalu diduga membeli ke PT BTID sisa tanah saya, ini saya tuntut," tegasnya.

Kesaksian pembuatan jalan di tanah objek sengketa juga diberikan saksi 1 Ketut Suardana bahwa sejak kecil mengetahui akses tanah. "Ada laut dulu Pak Haji Anwar disekat menjadi tambak. Lalu diduga tambak itu di HGB-kan oleh PT BTID apa dasarnya? Setahu saya tambak itu adalah bagian dari laut, kenapa bisa di HGB kan? Orang Serangan memiliki budaya jujur, ngak ada orang Serangan maling tanah warga. Sejatinya, banyak warga Serangan yang hilang. Termasuk tanah saya di Pipil ada 91 Are, dibayar 80 Are dibayar, sisanya 19 Are itu di HGB-kan oleh PT BTID, kita mau sertifikatkan tetapi tidak bisa," keluhnya.

Pihak lawan tergugat I dari PT BTID melalui sejumlah advokatnya belum bersedia diwawancarai. "Ya nanti, nanti ya, masih proses," ungkap tim advokat usai sidang.

Bukti Peta Okupasi
Peta Okupasi itu ditandatangani BPN Kota Denpasar, Walikota Denpasar, hingga para pimpinan PT BTID sendiri. Dari Peta Okupasi ini menjelaskan di mana wilayah PT BTID dan wilayah warga masyarakat Serangan.

"Kanal ini dari laut, di mana fungsinya dalam MoU 2018 adalah sebagai batas, batas PT BTID di sebelah Timur kanal dan kawasan pemukiman warga di sebelah Barat kanal. Nah, tanah saya di sebelah Barat Kanal, bagaimana dia akan menyangkal Peta Okupasi yang dia punya. Artinya dia sudah menjelaskan sendiri posisi tanahnya di mana," kata Ipung.

Ipung menaruh curiga mengapa PT BTID bersikeras mempertahankan tanah miliknya yang hanya seluas 7 Are, sedangkan mereka dari Tahun 1998 telah mereklamasi mencapai sekitar 480 hektar.

"Saya juga akan lampirkan mengenai Peta Data Fisik Desa Serangan. Ini juga tidak bisa diganggu gugat, karena sudah dari dulu ada. Bagaimana dia menggugat tanah fisik, sedangkan PT BTID masuk ke Pulau Serangan mulai Tahun 1987, lalu mereka melakukan reklamasi dari Tahun 1998 seluas 480 Hektar. Kalau saya berhasil mengambil hak saya secara hukum (tanah 7Are), maka tidak menutup kemungkinan masyarakat yang tanahnya 'dicaplok' PT BTID, akan bangun ikut mengugat tanahnya yang semua sudah di SK GB," bebernya.

Lanjut Ipung, SK GB yang tadinya sudah mati karena hanya bertahan 30 Tahun, 23 Juni 1993 - 23 Juni 1993, Ipung juga sudah mengajukan bukti-bukti surat.

"Saya mengajukan bukti keberatan ke Walikota Denpasar, tanggal 17 Mei 2022, pada tanggal 27 Juni 2022 dijawab suratnya bahwa di atas tanah objek sengketa ini ada SK GB 81, 82, 83 atas tanah PT BTID. Saya keberatan atas diterbitkannya SK GB 81, 82, dan 83 ini karena berdiri di atas tanah milik Abdul Kadir, dengan bukti Pipil. Saat di lokasi, PT BTID tidak dapat menunjukkan objek di mana tanah miliknya," tegasnya.

Ipung menjelaskan tanahnya yang diklaim PT BTID. Diketahui tanah milik almarhum Daeng Abdul Kadir yang merupakan ayah dari Siti Sapurah, sebelumnya telah membeli tanah dengan Pipil Nomor 2 Persil No. 15a, Akta Jual Beli Nomor 28/57, yang mana dibeli dari Sikin (almarhum) dengan pembeli Daeng Abdul Kadir, pada Tahun 1957. Daeng Abdul Kadir sebelumnya meninggal Tahun 1974.

“Saat itu, Daeng Abdul Kadir adalah Kelian Dinas Banjar Kampung Bugis, yang juga membentuk Banjar Kampung Bugis di Desa Serangan. Kenapa ada Kampung Bugis? Karena Bapak saya adalah pemilik anak buah kapal, ada tiga kapal Bugis dia miliki, semua anak kapalnya ada 9 orang tinggal di situ,” tegasnya.

Ipung Lawan BTID
Diduga kekuatan PT BTID adalah mengatakan tanah atau objek sengketa adalah berdasarkan pemekaran SKGB 41, sedangkan SKGB 41 ini berasal dari jual beli tambak antara H. Moh Anwar, yakni SHM 26 luasnya 17.650 meter persegi kepada BTID di Tahun 1993.

"SHM 26 adalah bagian dari tambak, sedangkan tambak ini adalah laut yang disekat sebagian dijadikan tambak. Bagaimana ceritanya tambak dari laut, yang terutama perairan bisa jadi SHM? SHM 26 ini sekarang di mana, ya jadi kanal. Tetapi kami warga Serangan tahu, BTID ini tidak pernah mengakui 'mencaplok' tanah warga, banyak tanah warga yang dicaplok. Beruntung posisi tanah saya di sebelah Barat," tegas Ipung

Ipung melampirkan Pipil, akta jual beli Nomor 27/Tahun 1957 tanggal 21 September 1957 yang saat itu dibeli dari Sikin, ahli warisnya Haji Abdurahman yaitu mantan Kepala Desa Serangan yang dijual kepada Daeng Abdul Kadir selaku ayah kandung Ipung.

"Nah, kalau itu mau dibatalkan, sedangkan ini ada catatannya di kantor sedahan d, di Camat Kesiman, sekarang sudah jadi Denpasar Timur. Pajak pun dibayar sejak pertama Daeng Abdul Kadir membeli tanah," ucapnya. 012


TAGS :