Ajeg Bali

Beragam Program Koster-Ace Sentuh Pelaku Kesenian di Bali

 Minggu, 15 Januari 2023 | Dibaca: 251 Pengunjung

Koster-Ace berperan penting dalam mewujudkan gairah berkesenian dan pelestarian seni budaya Bali.

www.mediabali.id, Denpasar. 

Dosen Sastra Bali Universitas Udayana (Unud) I Gde Nala Antara, menilai langkah Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, terhadap penguatan dan pemajuan kebudayan Bali, sudah baik dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, dengan mengimplementasikan Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.

Hal tersebut menjadi salah satu dari 44 Tonggak Penanda Bali Era Baru di era pemerintahan Koster-Ace.

Menurut Nala Antara, langkah Gubernur Koster yang mengeluarkan Pergub Bali No. 80/2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali merupakan kerja nyata Murdaning Jagat Bali untuk memuliakan dan mengabadikan seluruh pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan para leluhur manusia Bali tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali.

Nala Antara menilai Bali sangat beruntung mempunyai Gubernur Koster, sebab sudah benar-benar mendedikasikan kepemimpinannya untuk melestarikan aksara Bali, tujuannya adalah demi menjaga eksistensi dan peran utama aksara Bali di dalam kehidupan masyarakat di Bali.

"Aksara Bali dari sejarahnya telah menjadi simpul utama penghubung energi semesta dengan energi dalam sarira manusia, sehingga banyak dimanfaatkan dalam ranah mistis atau spiritual. Dalam ranah spiritual, aksara Bali sesungguhnya telah mengiringi manusia Bali sejak lahir hingga kembali ke pangkuan Ibu pertiwi. Ketika lahir, di dalam ari-ari sesungguhnya telah dibekali aksara Bali sesuai dengan jenis kelamin sang bayi.

Demikian pula ketika beranjak dewasa, aksara Bali dimanfaatkan oleh para Pendeta untuk menetralkan pengaruh sad ripu dalam upacara potong gigi atau mapandes," paparnya, Minggu (15/1/2022).

Kemudian di saat seseorang akan manunggal dengan Muasal Kehidupan, diketahui aksara Bali kembali berperan terutama dalam rajah-rajah kajang. Karena itu, aksara Bali adalah bekal dari lahir hingga mati.

Keberadaan aksara Bali turut pula disebut sebagai 'Makuta Mandita Budaya' yang bermakna aksara Bali adalah mahkota kebudayaan Bali.

“Jadi Pergub Bali Nomor 80/2018 ini boleh dikatakan sebagai Catra Aksara atau payung aturan, untuk menjaga daya hidup aksara Bali di tengah-tengah dominasi huruf latin,” ucap Nala Antara.

Koster dinilai cermat dalam upaya mengeluarkan Pergub Bali Nomor 80/2018, yang mana aksara Bali diletakan di atas huruf latin dalam penulisan nama tempat persembahyangan umat Hindu, lembaga adat, prasasti peresmian gedung, gedung, lembaga pemerintahan, lembaga swasta, jalan, sarana pariwisata, dan fasilitas umum lainnya.

Oleh sebab itu, peletakan aksara Bali, di atas huruf latin tidak hanya tepat secara filosofis, karena aksara Bali, diyakini mahkota kebudayaan Bali, tetapi secara visual aksara Bali sekaligus menjadi media prioritas untuk dibaca.

“Dengan demikian, generasi muda menjadi semakin dekat dengan aksara ibunya, yaitu aksara Bali. Secara otomatis, semakin banyak dilihat dan dibaca dalam ruang-ruang publik, dan aksara Bali, akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari memori generasi muda Bali,” tegasnya.

Kebijakan Koster asal Desa Sembiran, Buleleng, terkait tentang Pergub Bali Nomor 80/2018 sangat sesuai dengan amanat pustaka Parama Tattwa Suksma yang menyatakan aksara Bali angebek ring sukma bhuwana agung yang bermakna Aksara Bali memenuhi semesta.

Maka keterlibatan instansi swasta dalam memuat aksara Bali, pada papan nama perusahaannya, membuat aksara Bali menjadi semakin banyak mengisi lanskap Kota hingga Desa.

“Apabila Bali dianalogikan sebagai padma bhuwana, maka dalam setiap helai kelopak teratainya ada guratgurat aksara yang menjadi utama di dalamnya,” katanya.

Ditambahkan Dosen Politeknik Pariwisata Bali Dr. Ni Made Eka Mahadewi, M.Par. CHE., CEE., bahwa Perda Prov. Bali No. 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, adalah gagasan yang tepat guna dari Gubernur Koster.

Ia menilai Perda terkait produk hukum untuk memayungi kepariwisataan berbasis pada budaya Bali, mengingat Bali sebagai destinasi wisata budaya.

Melalui hal itu, pelaku pariwisata Bali wajib melestarikan adat istiadat, tradisi, seni budaya, dan kearifan lokal Bali di dalam kegiatan pariwisata, seperti melaksanakan kebijakan penggunaan aksara Bali pada papan nama, ruangan, dan fasilitas usaha pariwisata.

“Kebijakan ini sangat bagus, namun yang perlu diperhatikan adalah penempatan dan penyiapan papan nama aksara Bali agar terus disosialisasikan keberadaannya, agar mudah diakses oleh pengelola usaha pariwisata,” terang Eka Mahadewi.

Kebijakan untuk penggunaan busana adat Bali, setiap Hari Kamis, Hari Purnama, dan Hari Tilem sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 dan Penggunaan Busana Berbahan Kain Tenun Endek Bali Kain Tenun Tradisional Bali, setiap Hari Selasa sebagai pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021, juga sangat setuju untuk diberlakukan ke pelaku pariwisata di Bali.

“Namun ada yang perlu dicermati, agar trend fashion seperti endek yang dibuat oleh pengusaha tradisional harus mengikuti trend terkini, agar wisatawan juga ikut menggunakan produk lokal Bali tanpa harus meninggalkan jati diri produk budaya Bali itu sendiri,” tegasnya.

Selanjutnya, I Komang Bagus Megahartana (27) seniman topeng asal Banjar Batanancak Desa Mas Kecamatan Ubud, Gianyar, menambahkan apabila visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang digagas Gubernur Koster di Pemprov Bali, dinilai sudah membawa seni budaya Bali kian hidup.

“Lihat saja, sekarang. Tidak hanya Pesta Kesenian Bali yang menjadi wadah para seniman di Bali untuk menampilkan karya-nya, namun telah bertambah program seni budaya di Bali, melalui kegiatan Festival Seni Bali Jani, Bulan Bahasa Bali, sampai Lomba Ogoh-Ogoh pun dijadikan ajang tahunan,” tegas Komang.

Baginya, program kesenian yang hadirkan Gubernur Koster, amat tunggu-tunggu pelaku kesenian. Hal lainnya, Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung juga selesai sesuai waktu yang direncanakan, sehingga karya monumental Gubernur Koster dapat dimanfaatkan untuk melestarikan Seni Budaya Bali.

Ada pula, Bulan Bahasa Bali, oleh para Yowana di Desa Mas sangat antusias ikut dalam lomba mekekawin antar Banjar dan lomba mepidato Bahasa Bali.

“Kalau terus ini berlangsung, Saya yakin ini adalah wadah yang menjadikan generasi muda di Bali Berkepribadian dalam Kebudayaan,” ungkap Komang Bagus Megahartana. 012


TAGS :