Bisnis

Restrukturisasi Kredit Diperpanjang OJK Hingga 31 Maret 2024

 Senin, 05 Desember 2022 | Dibaca: 727 Pengunjung

Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Kebijakan Giri Tribroto (tengah), bersama pengurus lainnya dalam temu wartawan di Taman Dedari, Desa Kedewatan, Ubud, Gianyar, Senin  (5/12/2022).

www.mediabali.id, Gianyar. 

Pandemi Covid-19 sebelumnya diperkirakan banyak pihak akan berlangsung singkat, bahkan di Tahun 2020 pandemi sebaliknya masih berlanjut. Kondisi demikian lalu memicu munculnya restrukturisasi kredit dampak Covid-19 di Bali, dimana berdasarkan lokasi proyek mengalami penurunan, yaitu dari Rp45,80 Triliun posisi Desember 2020 menjadi Rp 35,54 Triliun atau turun sebesar 22,39% posisi September 2022.

"Jadi penurunan tersebut di bawah Nasional, yaitu sebesar 37,37% dari Rp829,72 Triliun menjadi Rp519,64 Triliun pada posisi September 2022," dipaparkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Kebijakan Giri Tribroto, Senin (5/12/2022), dalam diskusi perkembangan Kinerja Industri Jasa Keuangan Provinsi Bali Posisi Oktober 2022 Menunjukkan Penguatan di Tengah Kondisi Pandemi Covid-19.

Melalui perkembangan kondisi ekonomi nasional dan daerah, serta menyikapi akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan pada Maret 2023, OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024. Bali menjadi daerah yang mendapatkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan tersebut. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/KDK.03/2022 tentang Penetapan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum, Sektor Tekstil dan Produk Tekstil Serta Alas Kaki, Segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Provinsi Bali sebagai Sektor dan Daerah yang Memerlukan Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank.

Tribroto menceritakan pengalaman sebelumnya, restrukturisasi kredit dilakukan untuk debitur yang terdampak pandemi Covid-19. OJK bahkan sempat memanggil bank-bank saat kondisi pandemi yang diperpanjang pemerintah, hal ini untuk evaluasi dan mencegah bank saat itu mengalami kebangkrutan. Namun begitu, saat terdapat pelonggaran atau normalisasi pandemi turut dibantu sektor-sektor tertentu dan daerah tertentu.

"Waktu itu sangat menjaga kinerja dari sektor riil, saat pandemi kan tidak banyak orang berpergian karena ada pembatasan, tentu kemampuannya untuk membayar pastinya berkurang. Kebijakan OJK ditunjukan kepada perbankan, bukan kepada sektor riil. Saat itu dipermudah saja, sampai akhir Februari 2020 debitur dinilai lancar oleh Bank, lalu sebulan, dua bulan kemudian pandemi diperpanjang. Tidak ada yang mengira, Bank tidak mengira kalau pandemi akan terus berlanjut," katanya, didampingi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Ananda R. Mooy, dan Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Perizinan Yan Jimmy Hendrik S.

Budi Susetiyo selaku Deputi Direktur Manajemen Strategis, EPK dan Kemitraan Pemda menambahkan OJK tidak 'menyuntik mati' saat bank mengalami 'sakit' masalah keuangan di dalamnya.

"OJK hadir sebagai pengawas dan untuk berupaya menyehatkan bank-bank yang mengalami 'sakit' keuangannya, tapi pengurus bank agar memperbaiki manajemen banknya dan penambahan suatu modal dan sahamnya tidak sia-sia. BPR dipantau lagi, termasuk supaya melakukan pertemuan-pertemuan dengan pemilik sahamnya," tegasnya.

Saat ini, OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara telah mencatat kinerja Industri Jasa Keuangan di Provinsi Bali posisi Oktober Tahun 2022 tumbuh menguat seiring dengan kinerja perekonomian domestik. Maka hal dimaksud tercermin dari fungsi intermediasi yang masih berjalan baik, walaupun pertumbuhan kredit lebih rendah dibandingkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK).

Di tengah laju inflasi yang tinggi dan ketidakpastian ekonomi global, perbankan masih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Profil risiko Industri Jasa Keuangan posisi Oktober 2022 masih terkendali. Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio Loan at Risk (LaR) mengalami penurunan. Kemudian kecukupan
modal BPR yang tercermin pada rasio CAR BPR terjaga di atas threshold.

Penyaluran kredit mencapai Rp98,18 Triliun atau tumbuh 3,45% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,22% (yoy). Pertumbuhan kredit Bank Umum di Bali sebesar 3,33% (yoy), sedangkan BPR mencapai 4,28% (yoy).

"Maka berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit didorong oleh peningkatan kredit modal kerja dan investasi. Berdasarkan sektornya, pertumbuhan kredit disumbangkan oleh sektor perdagangan besar dan eceran serta pertanian, perburuan, dan kehutanan. Peningkatan penyaluran kredit ini seiring dengan kebijakan pelonggaran aktifitas masyarakat dan meningkatnya aktifitas pariwisata di Bali," tandas Budi. 012
​​​​


TAGS :